Kamis 21 Jan 2016 00:28 WIB

IPW Tuding Densus Ikut Bikin Maraknya Terorisme

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Achmad Syalaby
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.
Foto: Twitter
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengungkapkan, aksi teror yang terus merebak dan makin banyaknya jumlah pengikut kelompok teroris adalah sebagai dampak dari buruknya pola penangkapan yang dilakukan Densus 88 Anti Teror selama ini. Menurutnya, pola yang dilakukan Densus 88 cenderung bergaya algojo dengan cara mengeksekusi mati tersangka di lapangan.

"Padahal tugas Polri adalah melumpuhkan dan membawa tersangka ke dalam proses hukum dan bukan mengeksekusi matinya di lapangan," kata Neta pada siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (20/1).

(Baca: UU Terorisme Dinilai Sudah Kuat).

IPW menilai, cara-cara yang dilakukan densus dalam mengeksekusi mati tersangka dalam penangkapan telah melahirkan dendam kesumat yang luar biasa, terutama terhadap Polri. Di luar dugaan, pola penangkapan ini telah melahirkan sikap simpati untuk ikut "berjihad" melakukan balas dendam, baik dari para keluarga tersangka maupun kelompok-kelompok radikal lainnya. 

"Tak heran arus keberangkatan para simpatisan kelompok radikal ke Syuriah kian banyak dan diam-diam mereka kembali ke Indonesia setelah bergabung dengan ISIS," ucap Neta.

Kasus Bahrun Naim misalnya, Neta memaparkan, semula dia bukan teroris. Naim hanya teknisi komputer yang suka mengkritisi sikap Densus di media-media online Islam. Di tahun 2010, Naim tiba-tiba ditangkap di jalanan dan disiksa. Naim dituduh menyimpan senjata dan peluru.

Saat itu juga di facebooknya muncul sikap simpati anak-anak muda pada nasib Naim. Mereka mencaci maki Densus. Akhirnya Naim divonis 2,5 tahun. Lepas dari penjara, Naim ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.

Begitu juga dengan anak Imam Samudra yang masih remaja ke Syuriah. Akibatnya, muncul generasi teroris yang turun temurun yang akan menyulitkan bagi bangsa ini untuk mengatasinya."Proses deradikalisasi gagal yang terjadi dendam kesumat kian marak dan menjadi kayu bakar terorisme. Fenomena ini perlu kita cermati semua pihak," ungkap Neta.

Neta melanjutkan, sebenarnya program deradikalisasi harus sejalan dan bersinergi dengan program penindakan yang profesional. Celakanya, masing-masing pihak di jajaran aparat keamanan cenderung mempertinggi egosektoralnya. Akibatnya, pelaksanaan tugas di lapangan saling merugikan satu sama lain.

"Ke depan, bangsa ini perlu pemimpin Densus yang berwawasan luas dan bisa mengendalikan anak buahnya di lapangan agar bertindak profesional. Selain itu kendali BNPT yang mengakar ke seluruh unsur yang berhubungan dengan penanggulangan teror perlu ditingkatkan. Sehingga bangsa ini tidak hanya kebakaran jenggot saat aksi teror bom meledak," kata Neta.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement