REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Terpilih Surabaya Tri Rismaharini bersama Direktur SDM dan Umum PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo III, Toto Heli Yanto, meluncurkan destinasi wisata eksotik, Kampung Lawas Maspati, di Bubutan, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (24/1). Peresmian tersebut sekaligus menandai penyelenggaraan Festival Kampung Lawas Maspati 2016.
Perhelatan tahunan itu diselenggarakan secara swadaya oleh warga kampung itu sendiri. "Pemerintah Kota Surabaya sangat mendukung pengembangan destinasi wisata yang berbasis masyarakat atau dikelola mandiri oleh warga. Akan terus dikembangkan dan diintegrasikan dengan destinasi wisata lain, sebagai sebuah paket kunjungan agar lebih menarik," kata Risma dalam siaran persnya.
Menurut Sabar, Ketua RW VIII yang juga pegiat pariwisata, diresmikannya Kampung Lawas Maspati sebagai kampung wisata menjadi tonggak kebangkitan wong kampung (warga kampung) untuk terus aktif berkreasi dan bertahan di era globalisasi. "Bertahan dengan tidak kehilangan identitasnya sebagai orang kampung Surabaya asli atau arek Suroboyo,” katanya di tengah acara.
Menurut dia, dengan diadakannya Festival Kampung Lawas, maka akan mengundang masyarakat untuk berkunjung ke kampung cagar budaya yang terletak tidak jauh dari Tugu Pahlawan itu.
Lorong-lorong Kampung Maspati sejak dulu sudah menjadi saksi sejarah panjang Kota Surabaya. Ada banyak tempat bersejarah di sana. Mulai dari rumah yang dulunya sekolah desa pada masa pendudukan Belanda yang disebut Sekolah Ongko Loro (angka dua). Kemudian ada bangunan bekas pabrik roti milik Haji Iskak yang juga pernah menjadi dapur umum kala pertempuran bersejarah, 10 November 1945.
Bangunan tersebut sejak 1958 hingga kini beralih fungsi menjadi Losmen 'Asri' dengan tegel dan arsitektur antiknya. Masih banyak bangunan peninggalan kolonial lain dengan langgam arsitektur khas Indis hingga ekletis (campuran) di sana.
Sabar melanjutkan, warga dan pemerintah sepaham bahwa dengan dikelolanya Kampung Maspati sebagai destinasi wisata, maka kelestarian berbagai bangunan cagar budaya yang ada di sana dapat dikelola dengan baik. Terletak di jantung metropolitan Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, membuat bangunan saksi sejarah di sana terancam dibeli dan berganti menjadi bangunan modern. “Setelah menjadi kampung wisata, warga dapat turut aktif mengelola kegiatan wisata kampung sehingga mendapatkan tambahan pemasukan,” ujarnya.
Usaha untuk memupuk kemandirian perekonomian warga kampung semakin terwujud, karena PT Pelindo III turun tangan mendukung warga melalui Program Bina Lingkungan dan Kemitraannya (PKBL). BUMN kepelabuhan yang mengelola 43 pelabuhan di tujuh provinsi di Indonesia itu, pada 2015 lalu telah membangun ruang serba guna di tengah kampung. “Dulu kami membantu mendirikan bangunan serba guna dengan harapan dapat menjadi tempat bagi warga untuk melakukan berbagai kegiatan, termasuk berdiskusi memajukan kampungnya. Kini harapan itu terwujud dengan diresmikannya kampung wisata,” kata Direktur SDM dan Umum Pelindo III, Toto Heli Yanto.