REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Angka pernikahan dini (19 tahun ke bawah) di Indonesia terbilang tinggi, mencapai 46,7 persen berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2010. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty mengatakan Indonesia bagian dari dunia mempunyai komitmen global dan aksi lokal mewujudkan keluarga sejahtera.
“Semua negara berkomitmen untuk mengendalikan kuantitas penduduk melalui perencanaan matang. Menikah atau mempunyai anak itu harus berencana, bukan karena bencana,” ujar Surya dijumpai Republika.co.id dalam International Conference on Family Planning (ICFP) 2016 di Nusa Dua, Senin (25/1).
Pembangunan keluarga sejahtera, kata Surya, harus dimulai dari desa. Oleh sebab itu, BKKBN menggaungkan program nasional Kampung KB di setiap kabupaten dan kota di Indonesia. Program ini bertujuan mengendalikan angka kelahiran demi meningkatkan kualitas penduduk.
Sasaran Kampung KB ditargetkan bisa merata di seluruh provinsi di Indonesia. Prioritasnya adalah kampung nelayan, kampung kumuh, kampung miskin perkotaan, atau kampung lain yang keikutsertaan KB-nya terbilang rendah.
(baca juga: Bengkulu Gagas Kampanye Setop Bertanya 'Kapan Nikah?')
Angka kematian ibu sulit ditekan jika angka fertilitas total (TFR) masih stagnan 2,6 anak per satu orang perempuan subur. Surya menyebut angka tersebut harus diturunkan ke 2,1 anak per satu orang perempuan subur supaya kuantitas dan kualitas penduduk seimbang.
“Target ini harus tercapai pada 2025,” ujar Surya.
BKKBN menganjurkan pasangan menikah ideal minimal pada usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Usia ini dianggap sudah matang. Tugas pasangan selanjutnya adalah menjarangkan jarak kelahiran, minimal tiga tahun antara anak pertama dan kedua.
Waktu tiga tahun bisa digunakan ibu untuk memberikan ASI eksklusif dua tahun untuk anaknya. Ibu juga punya waktu untuk mendidik anaknya sebelum memiliki adik baru.