REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih menunggu sikap PT Freeport Indonesia untuk memenuhi persyaratan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga, yang batas akhirnya jatuh pada 26 Januari.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyebutkan, pihaknya masih tetap akan menunggui komitmen perusahaan asal Amerika Serikat itu untuk membangun fasiltas pemurnian mineral tambang atau smelter. Ia menilai, apabila memang Freeport tidak sanggup membayar uang jaminan kesanggupan smelter sebesar 530 juta dolar AS maka Freeport harus bisa meyakinkan pemerintah dengan jaminan lain.
"Mengenai setoran itu sebetulnya kita adalah ingin memberikan kesempatan pada mereka untuk menunjukkan kesungguhan, kalau itu tidak bisa dilakukan sepenuhnya kesungguhannya apa. Nah itu yang mesti ditanya," kata Sudirman di kantornya, Rabu (27/1).
Sudirman menambahkan, pemerintah bisa memahami bahwa angka 530 juta dolar AS sangat memberatkan keuangan Freeport. Namun, lanjutan, pemerintah tetap mengacu pada jadwal pembangunan smelter dengan target yang sudah ditetapkan sebelumnya. Artinya, Freeport harus menyelesaikan pembangunan smelter pada 2017 nanti.
"Kita bisa memahami, memindahkan 530 juta kan akan hit balance sheet mereka kan. Kita cari solusi lah," kata dia.
Ia menegaskan, pemerintah masih akan menunggu sampai beberapa hari ke depan. Terlebih, izin ekspor konsentrat Freeport sebelumnya akan habis pada 28 Januari 2016. Sudirman ingin agar semua kegiatan ekonomi di Mimika tetap berjalan dengan baik.
Sudirman juga menolak membahas pengumuman dari induk Freeport Indonesia, Freeport McMoran, yang menyebut kebijakan pemerintah Indonesia tidak sejalan dengan komitmen mereka.
Wakil Presiden PT Freeport Indonesia Riza Pratama menjelaskan, pihaknya masih melakukan negosiasi terkait perpanjangan izin ekspor dengan pemerintah. Riza mengaku belum ada keputusan akhir baik dari pemerintah atau perusahaan.
"Kita masih bahas dengan pemerintah. Kita tunggu saja," kata dia.