REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Forum Rektor Indonesia (FRI) mendukung sepenuhnya agar gerakan LGBT tidak masuk kampus. Ketua Forum Rektor Indonesia, Rochmat Wahab menyampaikan, penolakan tersebut muncul karena LGBT merupakan perilaku menyimpang yang bertentangan dengan norma.
"Kita dukung sepenuhnya LGBT tidak beroperasi di kampus. Tapi kalau di luar, itu sudah bukan jadi kewenangan kita," tutur Rochmat pada Republika di Auditorium UNY, Jumat (29/1).
Ia menjelaskan penyimpangan terhadap norma di kampus tidak dapat diterima. Sebab perguruan tinggi sendiri memiliki aturan dan regulasi yang harus diikuti.
Menurutnya, pada diskusi FRI besok (30/1), LGBT akan menjadi salah satu topik utama yang masuk ke dalam bahasan pendidikan karakter. "Ini tentunya akan jadi perhatian kami. Sebab ini merupakan masalah serius yang harus ditindaklanjuti," tandasnya.
Rochmat pun berharap agar seluruh mahasiswa di kampus se-Indonesia dapat memahami dan memilah perilaku yang benar dan salah. Sehingga bisa menghindari hal-hal yang menyebabkan kelainan psikologis dan seks terjadi.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta ini pun menyampaikan, sebetulnya LGBT merupakan perilaku menyimpang yang dapat menular. Maka itu diperlukan recovery atau penyembuhan bagi siapapun yang terindikasi mengalami kelainan tersebut. "Hal ini dilakukan, utamanya untuk mencegah LGBT. Supaya yang masih normal tidak tertular," katanya.
Terkait upaya perguruan tinggi untuk pencegahan penyebaran LGBT, Rochmat menyampaikan, hal tersebut tergantung pada pimpinan FRI ke depannya. Sebab pada Sabtu (30/1), Ketua FRI yang baru akan dipilih kembali.
"Semua liat nanti ke sesama rektor. Pokoknya kita sudah diskusikan dengan Menteri Ristek Dikti juga, kalau semua kampus akan kita gerakkan untuk mencegah LGBT. Kampus harus bebas dari gerakan atau klub-klub seperti itu," ujar Rochmat.