REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak tujuh orang pejabat negara telah dituntut oleh organisasi Arus Pelangi karena memberikan penolakan di media sosial atas gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Mereka yang digugat, antara lain, Menristek, Mendikbub Anies Baswedan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, anggota DPR M Nasir Djamil, Ketua MPR Zulkifli Hasan, termasuk penggiat dan Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Erlinda.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPAI Erlinda mengatakan, dia mengetahui hal tersebut dari media sosial bahwa mereka mengirimkan gugatan terkait kampanye anti-LGBT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Jika mengampanyekan propaganda LGBT terhadap anak. Karena anak tidak boleh diinformasikan apa pun yang buruk, tidak sesuai dengan usianya, itu amanah UU pasal 56 atau lainnya,” ujar Erlinda, Senin (1/2).
Untuk pejabat lainnya, kata Erlinda, memiliki pemahaman yang sama, yaitu tidak ingin generasi muda di Indonesia terkontaminasi dengan penyimpangan-penyimpangan secara moral, agama, dan undang-undang.
Dalam UU Perlindungan Anak dan KUHP disebutkan, jika melakukan persetubuhan dengan anak, itu tindakan pidana sehingga pemahaman atau propaganda LGBT dilarang keras untuk disebarkan kepada anak-anak.
“Mereka merasa tersinggung bahwa hak mereka memiliki pemahaman LGBT, yah silakan. HAM memang melekat pada diri masing-masing, tapi ingat di ayat berikutnya tidak serta-merta HAM no 1 sebab ada UU 45 yang membatasi ,” tutur dia.
Di UU Perlindungan Anak, kata dia, ada pertanggungjawaban mengenai hak tumbuh kembang anak. Menurut Erlinda, kalau mereka merasa benar, tolong lihat kembali UU Perlindungan Anak.
Baca juga, Ada Pihak Asing di Balik Homoseksual di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, ada gerakan antiseksual terhadap anak sehingga seluruh elemen bangsa tidak setuju dengan seks menyimpang. “Itu jelas Inpres No 5 Tahun 2014, itu baru setahun. Saya katakan mereka harus bisa menghargai hak orang lain untuk hidup sehat dan damai,” kata dia.