Jumat 12 Feb 2016 03:40 WIB

KPID: Tak Hanya Sinetron, Infotainment dan Lagu Picu Dampak Negatif

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Winda Destiana Putri
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat semakin banyak yang mengeluhkan tayangan sinetron karena memicu berbagai dampak negatif di masyarakat.

Menurut Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, Dedeh Fardiah, selama 2015 ini, KPID Jabar menerima sebanyak 328 pengaduan dari masyarakat baik melalui sms, Facebook dan media lainnya.

"Trend pengaduan itu meningkat, pada 2015 banyak sekali tayangan yang tak layak. Makanya, tahun kemarin adalah tahun kekerasan karena banyak yang memblow up soal kekerasan," ujar Dedeh kepada Republika, Kamis (11/2).

Menurut Dedeh, sinetron yang tayang di televisi banyak yang dikeluhkan masyarakat karena tak sesuai aturan yang ada. Sinetron tersebut, cenderung mengarah pada kekerasan, melanggar kesusilaan, hedonistik, dan permisif pada perilaku menyimpang.

"Tahun lalu, kami sudah melayangkan teguran sebanyak 364 tayangan," katanya.

Selain sinetron, kata dia, tayangan yang dinilai bisa memicu dampak negatif terdapat pada film, iklan, video klip, lirik lagu, dan berita infotainment.

"Semua itu, kami temukan banyak yang melanggar kesusialan, hedonistik, dan kekerasan," katanya.

Bahkan, kata dia, dalam catatan KPID tayangan infotainment banyak yang mengekploitasi tentang kekayaan. Sedangkan lirik lagu, ada yang bisa mengarah pada perilaku menyimpang. Misalnya, lagu 'Hamil Duluan, 'Janda atau Perawan', dan 'Mobil Bergoyang'.

"Itu, liriknya kalau disimak bisa permisif pada pergaulan bebas dan perilaku menyimpang," katanya.

Ketika ditanya apakah maraknya perilaku Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) di masyarakat dipicu oleh tayangan tersebut, Dedeh mengatakan, ada atau tidaknya keterkaitan tersebut, harus dikaji dulu. Yang jelas, kalau tayangan televisi banyak yang menyajikan permisif terhadap perilaku menyimpang, maka bisa mengubah pemikiran masyarakat menjadi permisif juga.

"Seringkali perilaku menyimpang tersebut dianggap biasa. Paling tidak, tayangan itu berpengaruh terhadap penyimpangan sosial seksual terjadi di masyarakat atau bisa menginspirasi masyarakat," kata Dedeh seraya mengatakan, kondisi ini terjadi karena belum semuanya masyarakat cerdas dalam memilih tontonan.

 

"Yang jelas, tayangan tersebut kami tegur karena tak sesuai dengan pedoman," katanya.

Teguran itu, kata dia, kebanyakan dilayangkan pada televisi nasional yang memiliki sistem stasiun jaringan di Jabar. KPID Jabar, akan terus memantau semua tayangan yang ada di televisi karena sudah memiliki sistem yang bisa mendeteksi semua tayangan yang berbau kekerasan, pornografi, hedonis dan dampak negatif lainnya.

Sementara menurut Ibu Rumah Tangga warga Cijambe-Kota Bandung, Wieni Siska, Ia perihatin dengan tayangan sinetron yang saat ini sedang hits, banyak ditonton masyarakat terutama remaja dan anak-anak. Karena, sinetron tersebut menayangkan hedonistik dan kerap menampilkan adegan pacaran. Padahal, belum layak ditonton anak-anak.

"Saya juga menyayangkan, jam tayang sinetronnya, di waktu premier anak-anak banyak yang nonton TV," katanya.

Seharusnya, kata dia, sinetron yang dinilai tak layak untuk anak-anak seharusnya ditayangkan di atas pukul 21.00 WIB. Jadi, pada jam tersebut sudah banyak anak yang tidur.

"Tapi, kunci pengawasannya memang ada di orang tua. Lebih baik, mencarikan film kartun untuk anak saat sinetron itu tayang," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement