REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana mencabut dakwaan kasus penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004 oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Kejagung beralasan pencabutan tersebut untuk kepentingan umum.
Kuasa hukum korban, Yuliswan mempertanyakan rencana tersebut karena proses hukum sudah berjalan beberapa tahun.
"Kenapa kalau jaksa tidak berani menyidangkan, kenapa di P21? Kalau sudah P21 harus dilanjutkan," ujar Yuliswan, saat diterima Kapuspenkum Kejakgung, Amir Yanto, di Kejakgung, Selasa (16/2).
Yuliswan juga menilai kasus Novel bukan kriminalisasi namun, kriminal murni. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan saksi dan bukti yang ada. Selain itu, Yuliswan juga mempertanyakan alasan Jaksa Agung bahwa pencabutan dakwaan untuk kepentingan umum. Sebab, kasus yang menimpa Novel murni perbuatan individu bukan saat sebagai penyidik KPK.
"Jangan dipolitisir, silahkan kasus lain mau diapakan," Yuliswan menambahkan.
Yuliswan mengaku, sudah mengirimkan surat ke Komnas HAM dan MA untuk mengawasi proses persidangan. Namun, Yuliswan menyayangkan Kejakgung menarik berkas tersebut dari Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu.
"Saya tidak akan berhenti. Kalau memang dihentikan saya akan kirim ke Komnas HAM PBB," lanjutnya.
Kapuspenkum Kejagung, Amir Yanto mengatakan, akan menyampaikan permintaan mereka kepada Jaksa Agung. Namun, terkait keputusan kasus Novel, hingga kini Jaksa Agung belum memberikan keputusan.
"Belum ada keputusan, tetap tiga opsi," kata Amir usai menerima korban penganiayaan oleh Novel, di Kejakgung, Selasa.
Amir menjelaskan, tiga opsi tersebut yaitu dilanjutkan, deeponering atau dengan mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP). Saat ini masih meminta pertimbangan ke berbagai pihak. Amir juga menampik pernyataan kuasa hukum korban yang mempertanyakan keberanian jaksa menetapkan kasus Novel p21. Sementara, saat ini Jaksa Agung justru berencana menarik berkas dakwaan.
"P21 kan masih bisa meneliti lagi," kata Amir.