REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Anggota Komite II Dewan Perwakikan Daerah (DPD) Djasarmen Purba menilai wacana pembubaran Badan Pengusahaan (BP) Batam bukan solusi atas tumpang-tindihnya perizinan yang terjadi di kota itu.
"Membubarkan BP Batam tidak seperti membalikkan telapak tangan. Jika pertanyaannya apakah BP Batam perlu dibubarkan, menurut saya tidak perlu," kata Djasarmen di sela kunjungan kerja bersama anggota Komite II DPD RI di Kepulauan Riau, Senin (22/2).
(Baca: 30 Persen Industri Siap Hengkang dari Batam)
Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menggulirkan wacana pembubaran BP Batam karena dinilai menghambat laju investasi. Namun, menurut Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, pembubaran BP Batam belum mencapai kata final.
Djasarmen mengakui selama ini tumpang-tindih kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal perizinan memang membuat Batam ibarat kapal dengan dua nakhoda. "Yang dibutuhkan bukanlah pembubaran, melainkan pengaturan kembali kewenangan BP Batam agar tidak berbenturan dengan Pemerintah Kota Batam melalui peraturan pemerintah," kata Senator asal Kepulauan Riau itu.
Dengan sebuah pengaturan kembali, menurut dia, nantinya Batam akan menjadi kapal dengan dua mesin dan ini sangat baik. Terkait dengan adanya dugaan mafia lahan di otorita Batam, Djasarmen berharap pihak berwenang bisa segera mengusutnya.
Menurut informasi yang diperolehnya, akibat mafia lahan ini Pemerintah Kota Batam kerap kesulitan mencari lahan untuk keperluan pembangunan sekolah dan tempat ibadah. "Kadang dikasih lahannya di lereng bukit, atau tempat terjal, padahal itu untuk kepentingan masyarakat," kata dia.