Senin 22 Feb 2016 11:26 WIB

Deklarasi Peduli Sampah Didukung Ribuan Komunitas

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Siti Nurbaya
Foto: kemendagri
Siti Nurbaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mendeklarasikan Peduli Sampah pada Ahad (21/2).

Tujuannya membangun kesadaran kolektif bersama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar menggerakkan konsep 3R yakni (Reduce, Reuse, Recycle).

Tercatat lebih dari seribu komunitas peduli sampah di seluruh Indonesia gotong-royong mendukung gerakan Peduli Sampah tersebut.

"Kolaborasi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha diharapkan menciptakan sebuah sistem pengelolaan sampah yang lebih baik, sehingga gerakan Indonesia Bersih 2020 dapat terwujud," kata Menteri Siti akhir pekan lalu.

Membuang sampah dan mengurangi penggunaan plastik, kata dia, juga merupakan sebuah revolusi mental. Artinya semua pihak memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga bangsa tetap bersih. Pemerintah melakukan uji coba minimal harga pembelian atas kantong plastik, dengan harga dasar Rp 200. Uji coba dilakukan selama enam bulan ke depan. Pemerintah menargetkan Indonesia bisa mengurangi 20 persen jumlah sampah plastik pada 2018.

Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Tuti Hendrawati Mintarsih menyebut, Indonesia merupakan penghasil sampah plastik nomor dua di dunia. Peringkat tersebut harus dihapus dengan beragam upaya bersama.

Di antaranya pencanangan uji coba penghematan kantong plastik, deklarasi bergerak menuju Indonesai bersih sampah 2020 dan koordinasi dengan Pemda.

"Terutama untuk awal berkoordinasi dengan empat kota yaitu Bandung, Surabaya, Makassar dan Balikpapan," ujarnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Tutum Rahanta mendukung kampanye kantong plastik berbayar. Meskipun, menurutnya beberapa anggota Aprindo sudah sejak lama memulainya dengan beragam mekanisme.

"Lembaga perlindungan konsumen diharapkan membantu mengkampanyekan program kantong pastik berbayar ini agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat," katanya.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan penerapan plastik berbayar bisa dipahami dan merupakan hal yang rasional.

"Apalagi konsumsi bungkus plastik di Indonesia tergolong sangat rakus, yakni 9,8 miliar bungkus plastik per tahunnya, alias nomor dua di dunia setelah Cina," katanya.

Kebijakan plastik berbayar diharapkan dapat mengubah perilaku konsumen saat berbelanja di retail modern. Misalnya membawa bungkus atau wadah sendiri saat berbelanja atau tidak meminta bungkus plastik secara berlebihan. Di negara-negara Eropa hal tersebut biasa dan bisa menekan konsumsi plastik hingga 70 persen.

Namun demikian, nominal Rp 200 per bungkus sepertinya belum akan memberikan efek jera bagi konsumen untuk tidak mennggunakan bungkus plastik. Oleh karena itu kebijakan ini harus dievaluasi secara rutin per tiga bulan, sehingga penerapan plastik ber bayar benar-benar bisa menjadi disinsentif bagi konsumen. Tetapi dengan tetap memperhatikan aspek daya beli konsumen.

Di sisi lain pemerintah harus juga adil dan bersikap balances, produsen juga harus diberikan disinsentif agar tidak rakus dengan konsumsi plastik saat berproduksi.

Produsen harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan plastik di pasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai lingkungan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement