REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Sub Direktorat Kewaspadaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Andi Intan Dulung, mengatakan media memiliki peranan yang penting dalam menangkal ekstremisme dan teorisme yang mengatasnamakan agama di Indonesia.
Menurut dia, media sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik. Media massa pers yang dijalankan sesuai dengan kaidah jurnalistik sangat dibutuhkan untuk penanggulangan terorisme.
"Media dapat menangkal ekstrimisme asalkan personil media tidak memiliki pemahaman yang ekstrem, karena ekstrem adalah akar dari terorisme" ujar Andi dalam acara Musyawarah Nasional VII Bakornas Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) PB HMI, Jumat (26/2).
Khusus pada tahun ini, Andi menjelaskan, BNPB telah merencanakan program pelibatan Media Massa Pers dalam pencegahan terorisme. Program ini akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia dengan menggandeng Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme di masing-masing provinsi.
Program pelibatan Media Massa dalam pencegahan terorisme akan dilaksnakan dalam bentuk dua kegiatan yaitu visit Media Massa Pers dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Peliputan Isu-isu Terorisme.
Pimpinan Redaksi Republika Nasihin Masha, melihat bahwa akar dari terorisme adalah masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Maka, untuk menangkal terorisme, masalah tersebut harus diberantas terlebih dahulu.
"Ditambah lagi distribusi ekonomi yang tidak merata, ini menjadi tantangan juga," kata Nasihin.
Tantangan lainnya menurut Nasihin adalah pelaku terorisme mengatasnamakan agama sebagai dalih. Dalam hal ini, media bisa memanfaatkan kekuatannya untuk mengingatkan kembali tentang kesalahpahaman dalam memahami agama.
Republika, ungkap Nasihin, tidak pernah membenarkan aksi terorisme. Menurut dia, teror adalah tindak kejahatan.
Baca juga, Revisi UU Terorisme Dinilai Bisa Memanjakan BIN.