REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi Undang-Undang (UU) pada Selasa (23/2).
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menilai Tapera merupakan satu harapan terciptanya kesejahteraan dan penghidupan yang lebih layak. Presiden KSBSI Mudhofir Khamid mengatakan, masalah perumahan buruh adalah salah satu dari sembilan solusi yang ditawarkan olehnya kepada pemerintahan Jokowi-JK pada pertengahan 2015, ketika Indonesia dihadapkan pada masalah perlambatan ekonomi yang cukup serius dan mengarah pada krisis ekonomi.
"KSBSI melihat UU Tapera merupakan sinergitas dari program satu juta rumah di 2015 yang telah dicanangkan Presiden Jokowi sejak 29 April 2015," ujar Mudhofir dalam siaran pers, Jumat (26/2)
Menurut Mudhofir, para pekerja sangat mendukung program pemerintah tersebut sebagai bentuk nyata dalam mengentaskan kemiskinan dan upaya meningkatkan kesejahteraan buruh, tetapi setidaknya ada beberapa catatan yang perlu diperbaiki oleh pemerintah dalam pelaksanaan UU Tapera tersebut.
Pertama, kata Mudhofir, besaran iuran maksimal sebesar 2,5 persen dari buruh dan 0,5 persen dari pemberi kerja cukup ideal, tetapi diharapkan ada peran negara di dalam komposisi tersebut. Meskipun UU Tapera juga menyasar pada PNS.
"TNI dan Polri, yang mewajibkan pemerintah ikut mengiur, tetapi itu dalam porsi pemberi kerja," ujarnya.
Selain itu, kontribusi pemerintah dalam UU Tapera tidak harus berupa penyertaan iuran. Tetapi nantinya pada saat implementasi dari tabungan perumahan rakyat tersebut yang dapat berupa subsidi listrik, properti, bunga atau lainnya sehingga harga rumah nantinya menjadi lebih murah.