REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras tindakan oknum anggota polisi di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, yang tega membunuh dua anak kandungnya. Apapun alasannya menghilangkan nyawa anak tidaklah dibenarkan.
Jika berkaca pada ketentuan KUHP dan UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, ancaman pidana bagi pelaku kejahatan mutilasi tergolong masih rendah.
"Padahal mutilasi tergolong sadis dibandingkan dengan pembunuhan pada umumnya," ujar Wakil Ketua KPAI Susanto kepada Republika.co.id, Ahad (28/2).
Untuk itu, harus menjadi hajat dan menjadi gerakan bersama semua elemen bangsa, baik tokoh agama, masyarakat, pejabat publik dan masyarakat luas untuk pemberatan pelaku kejahatan mutilasi. Menurut dia, perlu ada mekanisme deteksi dini agar anak tidak menjadi korban mutilasi.
Selain itu, perlu juga layanan rehabilitasi terhadap pelaku dan orang yang teridentifikasi berpotensi menjadi pelaku kejahatan. Harus ada juga larangan segala bentuk publikasi mutilasi baik modus kejahatannya, gerak gerik pelakunya maupun kondisi korbannya.
"Karena berpotensi mengganggu tumbuh kembang bahkan diimitasi oleh anak," kata Susanto.