Selasa 01 Mar 2016 13:32 WIB

Pemerintah Diminta Evaluasi DOB

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Pemekaran Daerah (ilustrasi)
Foto: pamongreaders.com
Pemekaran Daerah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institut Otonomi Daerah mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap daerah otonomi baru (DOB) yang telah dimekarkan. Siti Zuhro dari lembaga Institut Otonomi Daerah, mengatakan jika dalam pemekaran daerah baru masih banyak daerah yang bermasalah dan memiliki performance yang kurang, maka perlu dilakukan moratorium pemekaran daerah otonomi baru.

"Kalau memang ternyata banyak yang sebagian besar bermasalah, tidak seharusnya, tidak sewajarnya, pemerintah juga melakukan atau mendorong terjadinya pemekaran daerah. Karena tujuan otda dalam membangun Indonesia dari daerah," jelas Siti usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/3).

Menurut dia, jika daerah otonomi baru tak dapat berkembang dan tak dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya, maka pemerintah pusat perlu melakukan penggabungan daerah kembali.

"Harus dievaluasi lagi, karena saat ini seharusnya malah periode penggabungan, bukan pemisahan," tambah JK.

Sementara itu, Presiden Institut Otonomi Daerah, Djohermansyah Herman menyampaikan sebanyak 223 daerah otonomi baru yang telah dibentuk sebelumnya dapat dievaluasi ulang. Evaluasi dapat dilakukan terhadap kemampuan daerah-daerah otonomi baru tersebut untuk mengembangkan wilayahnya.

"Bahkan daerah yang sudah terbentuk dulu 223 DOB itu bisa ditinjau kembali, kalau memang kemampuannya tidak baik, rakyat juga tidak hadir di DOB itu secara legal formal bisa saja ditinjau kembali," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan tidak akan ada pembentukan daerah otonomi baru (DOB) selama tiga tahun ke depan. Namun yang ada, hanyalah pembentukan daerah persiapan menuju DOB sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

(Baca juga: Komisi II Kritisi Kebijakan Penghentian Usulan DOB)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement