REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang berpendapat sikap Presiden Joko Widodo yang berbeda dengan Fraksi PDI Perjuangan dalam hal Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bisa mempersulit partai pendukung utama pemerintahan Jokowi-JK.
"Saya kira tidak mengganggu pemerintahan ke depan, tetapi secara politik, sikap Jokowi tersebut akan membenturkan PDIP dengan publik," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Jumat (4/3).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan sikap Presiden Jokowi yang berani menolak politisi PDI Perjuangan di DPR yang ikut mengusulkan revisi UU KPK, dan dampaknya terhadap kepemimpinan presiden di waktu mendatang.
Menurut dia, jika Presiden Jokowi terus bersikap seperti ini, justru akan merugikan PDIP secara institusi dan mempopulerkan Jokowi secara pribadi. Dia menjelaskan, dengan kasus tersebut publik akan berkesimpulan bahwa untuk menggagalkan langkah politik PDIP di parlemen, maka tekan saja Presiden Jokowi dan pasti menyerah.
Dan ruang ini bisa digunakan oleh lawan politik PDIP di parlemen untuk menggagalkan agenda politik PDI Perjuangan. "Jika Jokowi dan Megawati satu kata, maka PDIP akan ikut, dan apabila FPDIP dengan Mega satu bahasa, maka Jokowi akan ikut dan FPDIP dengan Jokowi satu bahasa maka Mega akan ikut," katanya.
Tetapi Jokowi terkadang mengambil langkah sendiri tanpa PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputeri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, katanya. Jika ini terus berlanjut, ke depan akan menimbulkan perang kepentingn antara Jokowi, FPDIP dan Megawati. Maka yang rugi adalah PDIP sendiri sehingga perlu dialog.
"Fraksi PDI Perjuangan di parlemen dan koalisinya masih bersikap loyal tetapi siapa yang menjamin kalau ke depan tidak akan ada tabrakan kepentingan," kata Ahmad Atang.