Ahad 13 Mar 2016 06:28 WIB

Lestarikan Lingkungan, Dompet Dhuafa Gulirkan Gerakan Tanam Mangrove

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Hutan Mangrove (ilustrasi)
Foto: Antara
Hutan Mangrove (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dompet Dhuafa bersama Koalisi Rakyat untuk Keadilan Nelayan dan Perikanan (KIARA) menggulirkan program Gerakan Tanam Mangrove di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara (Sumut). Gerakan tersebut bernama 'Menjaga Hijau dan Biru, Perempuan Nelayan Menanam Mangrove untuk Kehidupan'. 

Gerakan ini memberdayakan perempuan nelayan setempat. Gerakan ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Dompet Dhuafa dalam mengembalikan fungsi hutan mangrove kepada masyarakat di Langkat pascaalih fungsi menjadi perkebunan sawit. 

"Gerakan ini merevitalisasi area yang pernah dikonversi menjadi lahat sawit dengan menanam kembali 10 ribu batang mangrove,” ujar Direktur Semesta Hijau Dompet Dhuafa, Syamsul Ardiansyah di Jakarta dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, belum lama ini. 

Guna merealisasikan upaya tersebut, tanah seluas 1.200 hektare telah dibebaskan dari konversi sawit. Sejak Oktober 2015 lalu, secara swadaya dan bertahap, revitilasasi mangrove telah dilakukan di atas lahan kurang lebih 400 hektare. Dompet Dhuafa dan KIARA menilai gerakan yang sudah dilakukan oleh masyarakat Langkat harus didukung dengan penanaman 10 ribu mangrove di atas lahan yang telah dikonversi.

Penanaman mangrove telah dilakukan di dua desa, yaitu Lubuk Kertang dan Perlis, meliputi Dusun 5 Melur (Perlis), Dusun Sembilan (Panglong, Perlis), dan Dusun Lubuk Kertang.

Pascapenanaman pada Oktober hingga Desember 2015 lalu, masyarakat setempat telah merasakan dampak positifnya. Salah satu yang diterima oleh masyarakat pascaprogram digulirkan, kelompok perempuan nelayan desa Perlis Mutiara Bahari telah dikukuhkan dan mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan kegiatan dengan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Langkat yaitu Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Terapan Teknologi Tepat Guna (TTG).

“Dampak lainnya adalah semakin banyaknya kepiting bakau di Hutan Mangrove yang membuat penghasilan para nelayan bertambah,” kata Syamsul.

Nelayan tradisional Indonesia masih terancam dengan segala bentuk upaya konversi sawit secara besar-besaran. Seperti yang terjadi di Kabupaten Langkat sebelum Dompet Dhuafa hadir, seluas 16.466 hektar hutan mangrove dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak 2006.

Lebih jauh, alih fungsi dari lahan mangrove menjadi perkebunan sawit memberikan dampak besar bagi nelayan yang tinggal di enam desa, yaitu Desa Perlis, Kelantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur dua, Keluarahan Brandan Barat dan Kelurahan Sei Billah. Lahan yang dikonversi membuat nelayan harus mengadapi penurunan drastis pendapatan keluarga.

Kemiskinan mengancam nelayan tradisional Indonesia yang tinggal di enam desa tersebut. Hal ini diperburuk dengan adanya ancaman cuaca buruk yang acap kali membuat nelayan sulit melaut. Dengan kondisi yang terjadi, perempuan nelayan menjadi aktor penting dalam menggerakkan perekonomian keluarga.

Riset KIARA menyebutkan bahwa perempuan nelayan memiliki kontribusi mencapai 48 persen dalam perekonomian keluarga nelayan. Dengan konversi lahan mangrove yang terjadi, membuat perempuan nelayan harus berjuang dua kali lipat dari biasanya.  Diharapkan, dengan adanya gerakan Perempuan Nelayan Menanam Mangrove ini dapat mengembalikan fungsi ekologis pesisir Langkat untuk kesejahteraan keluarga nelayan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement