Kamis 17 Mar 2016 06:51 WIB

DPD Sikapi Keluhan Warga Soal Tembok Perlintasan Kereta Api

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Muhammad Hafil
Kereta listrik melintas di samping jalur rel Double Double Track (DDT) yang sudah terpasang di kawasan Kalibaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (11/3).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Kereta listrik melintas di samping jalur rel Double Double Track (DDT) yang sudah terpasang di kawasan Kalibaru, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Menanggapi keluhan warga mengenai pembangunan tembok perlintasan kereta api yang berada di kecamatan Enggal Kota Bandar Lampung, Lampung. Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI mengadakan rapat dengar pendapat dengan warga kecamatan Enggal dan pihak terkait.

“Mengapa DPD bisa masuk pada persoalan ini, karena BAP adalah tempat masyarakat mengadu. Ketika diajukan permasalahan tembok rel kereta api maka kami sikapi. Kami turun ke lapangan,” kata Anggota BAP DPD RI asal Lampung, Andi Surya, saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/3).

Menurutnya, tembok perlintasan kereta api telah memotong ruang hidup masyarakat. Bahkan, telah memutus tali silaturahmi antar waraga. “Tembok ini telah memotong hak warga,” tegasnya.

Di kesempatan yang sama, Anggota BAP DPD RI Ajiep Padindang menambahkan, sebenarnya harus dipahami kereta api untuk untuk siapa. Kalau hanya menyengsarakan rakyat kenapa harus dilanjutkan.

 

“Kalau masyarakat tidak butuh jangan dipaksa, pemerintah harus cari jalur lain kereta api. Bebaskan lahan di jalur yang masyarakat setuju, karena kerata api yang ada sekarang diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat,” papar dia.

Selain itu, Ketua BAP DPD RI Abdul Gafar Usman berharap, Kementerian Perhubungan agar tidak melanjutkan pembangunan tembok tersebut. Untuk itu, perlu dievaluasi kembali baik yuridis, teknis dan aspek  manfaat. “Kenapa harus tiga meter (pagarnya). Kan bisa satu meter tingginya, agar ada ruang nafas,” terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Forum Masyarakat Bersatu Kota Bandar Lampung, Yunandar Firdaus pemagaran menghancurkan berbagai segi kehidupan masyarakat dari sosial, budaya, dan ekonomi. “Hidup kami terabaikan dan tidak bisa menghirup udara segar. Soal status tanah pun kami taat bayar PBB,” jelasnya.

Seperti diketahui, warga kecamatan Enggal Kota Bandar Lampung, mengeluhkan pembangunan tembok beton setinggi tiga meter dan lebar lima meter. Lantaran keberadaan tembok itu dapat memutuskan silaturahmi antara warga.

Selain itu, tembok tersebut membuat akses jalan untuk beribadah semakin jauh. Sebab, warga Kota Baru yang beribadah melewati Rawa Laut terpaksa memutar ke Jalan Cokroaminoto dan Jalan Gajah Mada.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement