Rabu 23 Mar 2016 23:45 WIB

LBH Nilai Yogya Jadi Kota Intoleran

Rep: Yulianingsih/ Red: M Akbar
Massa penolak kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) bersiap menghadang massa pro LGBT yang akan melakukan aksi demontrasi di Tugu Pal Putih, DI Yogyakarta, Selasa (23/2).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Massa penolak kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) bersiap menghadang massa pro LGBT yang akan melakukan aksi demontrasi di Tugu Pal Putih, DI Yogyakarta, Selasa (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejak 2011 hingga 2015 lalu, banyak kasus intoleransi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan(KBB) di Yogyakarta.

Bahkan berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta setidaknya ada 13 kasus intoleransi bahkan berujung kekerasan terhadap KBB di kota ini. Karena itulah LBH menilai Yogyakarta telah menjadi kota intoleran terhadap kebebasan beragama.

Bahkan saking banyaknya kasus intoleran ini LBH Yogyakarta meluncurkanKertas Posisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 'Mengembalikan Yogyakarta sebagai Kota Toleran', Rabu (23/3).

Direktur LBH Hamzal Wahyudin mengatakan, Kota Yogyakarta sejak dulu dikenal sebagai kota dengan kehidupan toleransi yang tinggi. Semua keyakinan dan agama bisa hidup berdampingan dengan rukun di kota ini. "Namun akhir-akhir ini kerukunan itu terusik dan Yogya tidak lagi menjadi kota toleran," ujarnya.

LBH sendiri menurutnya, mencatat ada 13 kasus intoleransi KBB selama kurun 5 tahun terakhir. Peristiwa intoleransi ini antara lain larangan melakukan kegiatan sosial pengobatan masal di Sleman, kekerasan terhadap Ketua Forum Lintas Iman Gunung Kidul, tindakan kekerasan dan pembatasan ibadah keliling Sesuai Tradisi Keagamaan umat Katholik Sleman, penolakan Paskah Adiyuswa di Gunung Kidul, dan penyerangan terhadap umat katolik di Ngaglik Sleman.

Peristiwa lainnya adalah pelarangan renovasi Gereja Bethel Indonesia Saman, pelarangan izin pendirian GKI Pos Palagan, pelarangan kegiatan sosial Peringatan Paskah oleh Pendeta Stephen Tong di Kridosono, serta penyerangan Kantor Organisasi Rausyan Fikr di Sleman.

Karenanya kata Hamzal, penting bagi pihaknya untuk mengeluarkan kertas posisi KBB tersebut. Ini dilakukan untuk mengajak kembalai semua pihak agak menjadikan Yogya sebagai kota toleran kembali.

Diakuinya, kertas posisi ini dibuat untuk menggambarkan situasi dan posisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Yogyakarta.  "Ini bukan berarti membuka borok intoleransi, tapi bagian tanggung jawab kami untuk menyampaikan kepada publik bagaimana kondisinya,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement