REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parlemen dan masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk menunda kenaikan iuran bulanan untuk peserta mandiri dan penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, seharusnya kenaikan iuran itu mulai efektif sejak 1 April mendatang. Namun, hingga kini tim belum memutuskan apakah menunda kenaikan iuran tersebut atau meneruskannya.
Usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Kamis (17/3), Kementerian Kesehatan membentuk tim yang terdiri atas Dewan Jaminan Nasional, BPJS Kesehatan, Kemenkumham, dan Kemenkes. Tim ini bertujuan menyikapi permintaan menunda kenaikan iuran.
"Belum final kajiannya. Hari ini masih akan ada pertemuan lagi," kata Irfan Humaidi dalam pesan singkatnya, Senin (28/3) siang.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016, kenaikan iuran bulanan BPJS Kesehatan berlaku bagi peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan penerima bantuan iuran (PBI). Untuk kelas I, yang awalnya Rp 59.500, menjadi Rp 80 ribu per bulan. Untuk kelas II, yang semula Rp 42.500, menjadi Rp 51 ribu. Untuk kelas III, yang semula Rp 25.500, menjadi Rp 30 ribu per bulan. Untuk PBI, besarannya naik dari Rp 19.225 menjadi Rp 23 ribu per bulan.