REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek kereta ringan Light Rail Transit (LRT) Jabodetabek telah dimulai pembangunan fisiknya sejak akhir 2015 lalu. Namun begitu, proyek transportasi massal berbasis rel tersebut justru belum juga dimulai di Ibu Kota Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan LRT dalam kota masih terkendala aturan. Dia menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2015 hanya menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat menugaskan BUMN untuk melaksanakan konstruksi LRT.
Ahok berpendapat, PP 79 memiliki dua tafsiran berbeda. Menurutnya, Sekretariat Negara menafsirkan bahwa BUMN dalam PP 79 bisa diartikan sebagai BUMD. Namun demikian, Kejaksaan Agung tak sepakat dengan penafsiran tersebut. Oleh karenanya, Ahok mengaku telah mengusulkan pada Presiden untuk mengubah isi PP dengan memasukkan kata BUMD di dalamnya.
"Kita minta ini diubah. Kalau ini bisa beres, saya mungkin Juni sudah bisa mulai kerja," ujarnya usai mengikuti rapat terbatas tentang pembangunan LRT di Kantor Presiden, Selasa (29/3).
Selain itu, Ahok juga meminta Presiden Jokowi mengubah redaksi dalam peraturan presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan LRT. Dia ingin agar Perpres tersebut memberikan kewenangan pada Pemprov DKI untuk menunjuk langsung penyelenggara LRT di Jakarta.
Jika revisi dua aturan tersebut selesai, Ahok menjanjikan pengerjaan fisik LRT di dalam kota dapat dimulai Juni mendatang. Dia memperkirakan, tiang-tiang pancang LRT sudah dapat berdiri sekitar bulan September.
Meski molor dari target groundbreaking Januari 2016, Ahok optimistis proyek yang akan menelan anggaran Rp 5 triliun tersebut dapat selesai tepat waktu sebelum pelaksanaan Asian Games 2018.
"Keburu kok (sebelum Asian Games). Kita sudah hitung," ucapnya.