REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Dr Ahmad Satori Ismail menegaskan jihad dan syahid bukan dengan mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah dan melakukan perusakan. Apalagi teror yang membuat orang takut.
"Jadi, tidak ada hubungan antara jihad dan syahid dengan aksi- aksi terorisme yang terjadi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam," kata Satori di Jakarta, Selasa.
Satori mengatakan, sejak dahulu warisan Islam adalah kelembutan. Islam menyuruh umatnya untuk berdakwah secara hikmat, memberikan nasihat secara baik. Bahkan berdialog juga harus dengan baik. "Islam itu lembut, indah, rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam," kata Satori.
Menurut dia, berjihad bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Di era penjajahan, jihad memang dilakukan dengan segala daya, baik ekonomi, budaya, hingga mengangkat senjata.
"Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekakan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45," tutur Satori.
Hal senada diungkapkan Guru Besar Ilmu Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo, MA.
Menurut Bambang Pranowo, jihad dan syahid di zaman modern ini bukan dengan cara teror, apalagi memerangi bangsa sendiri.
Baca juga, Pengamat: Rasa Salut Saya Memudar Terhadap Suu Kyi.