REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai pembuatan perpustakaan DPR tidak sesuai dengan perencanaan awal. Proyek perpustakaan ini harus ditinjau kembali agar tidak menyalahi aturan.
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto mengatakan anggaran sebesar Rp 570 miliar tidak terdapat dalam alokasi APBN 2016 sehingga sangat rawan dijadikan bancakan oleh elit-elit tertentu.
"Yang ada hanya pembangunan gedung DPR sebesar Rp 700 miliar. Sayangnya diduga angka tersebut diubah-ubah sesuka hati oleh DPR untuk proyek yang berubah ubah namanya," ujarnya, Kamis (31/3).
Dia khawatir akan terjadi inkonsisten penggunaan anggaran, yang tadinya direncanakan untuk gedung DPR menjadi perpus DPR dengan nominal yang sangat besar.
Yenny menyebut rencana pembuatan perpustakaan DPR tidak menjadi prioritas karena sebenarnya DPR sudah memiliki perpustakaan, bahkan jangan dipakai. Menurutnya, pembuatan perpustakaan DPR memiliki potensi mark up yang tinggi.
"Budaya baca di DPR masih rendah, terutama dalam legislasi. Membuat perpustakaan adalah sebuah kemubaziran," kata dia.
Proyek ini erat kaitannya dengan Ketua DPR Ade Komaruddin sehingga rencana pembangunan perpustakaan harus ditinjau kembali. FITRA menilai perencanaan DPR tidak transparan dan tidak akuntabel.
Seperti diberitakan sebelumnya, setelah masyarakat melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan gedung baru DPR, kali ini DPR membuat rencana untuk membangun perpustakanan mewah. Jumlah anggaran yang disediakan untuk perpustakaan mewah tersebut sebesar Rp 570 miliar.
Ade Komarudin dan Fahri Hamzah menerima usulan dan berniat membuat perpustakanan terbesar se-Asia Tenggara. FITRA menilai, rencana pembangunan perpustaaan mewah DPR hannya akan menghamburkan uang.