REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung, HM Prasetyo belum dapat memastikan apakah ada indikasi pihak dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerima suap hasil dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Kamis (31/3). Jaksa yang diperiksa KPK pun masih berstatus sebagai saksi.
Prasetyo tidak mempersoalkan terdapat jaksa yang bersaksi terkait OTT tersebut. Hal tersebut merupakan hal biasa dalam proses hukum dan harus diikuti.
"Jadi gini, masalahnya kejaksaan tinggi kan sedang menyelidiki satu kasus. Ternyata dibalik itu, KPK menemukan indikasi suap, sehingga mereka melakukan operasi, terjadilah OTT," ujar Prasetyo, di Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jumat (1/4).
Karena itu, hal tersebut perlu diklarifikasi kesemua pihak. Pasalnya, Prasetyo menilai, segala kemungkinan terjadinya suap bisa terjadi. Selain itu, bisa pula terdapat "penumpang gelap" yang ingin memanfaatkan Kejati DKI Jakarta yang sedang menangani suatu kasus. Prasetyo menegaskan, kasus ini dilakukan secara gabungan antara Kejaksaan dan KPK.
Prasetyo mengaku, sebelumnya, KPK sudah memberitahu dirinya bakal melakukan penggeledahan di Kejati DKI Jakarta. Prasetyo pun mempersilahkan. "Bahkan saya sarankan para jaksa yang melakukan penyelidikan itu diminta keterangan saksi. Tidak ada yang kita tutupi," kata Prasetyo.
Sebelumnya, KPK mengamankan tiga orang dalam OTT yang digelar pada Kamis (31/3) pukul 09.00 WIB di Hotel Best Western, Cawang Jakarta Timur. Ketiga orang tersebut yaitu SWA, Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, DPA, senior manager PT Brantas Abipraya.
PT Brantas Abipraya merupakan perusahaan BUMN. Kemudian KPK juga mengamankan MRD dari perusahaan swasta. KPK juga sudah memeriksa Kepala Kejati DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta, Tomo Sitepu.