REPUBLIKA.CO.ID,MOROTAI -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut perizinan yang berbelit menyebabkan Indonesia krisis listrik dan hampir di semua provinsi, masalah utama yang paling banyak dihadapi adalah kekurangan listrik.
Presiden Jokowi ketika memberikan sambutan pada peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Hybrid dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat di Desa Daruba, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, Selasa petang, mengatakan kekurangan listrik tidak hanya terjadi di satu provinsi di Indonesia, tapi hampir terjadi di semua provinsi di Tanah Air.
Keluhan pertama yang didapat Presiden Joko Widodo ketika mengunjungi suatu kota/kabupaten maupun provinsi adalah tentang listrik, termasuk dari hotel tempat Presiden menginap selalu mengeluhkan kekurangan listrik.
Permasalahan itu, lanjut Presiden, diakibatkan karena proses perizinan pembangunan pembangkit listrik sangat panjang dan diperlukan 59 perizinan. "Mengurus izinnya ada yang sampai 4 tahun, bahkan 6 tahun. Ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu," ujar Presiden.
Selain perizinan, hal lain yang menghambat pembangunan pembangkit listrik adalah masalah pembebasan lahan."Inilah problem kelistrikan kita," kata Presiden.
Memang, kata Presiden, perizinan pembangunan pembangkit listrik kini telah dipangkas dari 59 peraturan menjadi 22 peraturan, dan akan diselesaikan selama 255 hari. "Masih kelamaan," kata Presiden.
Untuk itulah Presiden meminta Gubernur, Bupati, Wali kota dan jajaran di bawahnya, termasuk Camat agar memberikan kemudahan dalam perizinan.
"Masalah yang berkaitan dengan izin apapun tolong dipercepat. Pangkas yang sulit, beri kemudahan kepada masyarakat kita," ucap Presiden.
Dalam era kompetisi seperti saat ini, Presiden mengatakan bahwa yang lamban akan ditinggal, tentunya dalam proses perizinan seperti ini, maka proses perizinan yang memakan waktu lama tidak akan menarik investor.
"Tidak bisa lagi mengurus izin sampai bertahun-tahun. Zaman IT, mengurus izin dalam hitungan kecepatan jam," kata Presiden.
Kalau tidak, Indonesia bisa kalah bersaing dengan negara tetangga. "Negara kita harus memenangkan persaingan itu. Kalau tidak dibenahi jangan berharap memenangkan pertandingan itu," kata Presiden.