REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -– Potensi zakat warga Muhammadiyah mencapai Rp 530 miliar setiap tahunnya. Namun yang terealisasi baru sebesar Rp 100 miliar per tahun.
Temuan itu terungkap lewat disertasi Ketua Badan Pengurus Pusat Lazis Muhammadiyah (LazisMu) Hilman Latief. Dengan koordinasi yang baik, diharapkan dana yang diterima dan disalurkan LazisMu semakin besar.
Latief yang berbicara dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) LazisMu, Kamis (7/4), mengatakan kelas menengah Muslim yang berpotensi menjadi muzaki di Indonesia semakin cerdas. Mereka tidak mau begitu saja memberikan dana sosialnya melalui lembaga yang tidak memiliki visi jelas.
Kedispilinan pencatatan dan akurasi distribusi juga menjadi pertimbangan para muzakki menyalurkan dana lewat lembaga sosial. “Inilah yang menjadi pekerjaan besar lembaga-lembaga amil di Indonesia,” ungkapnya.
Ia berharap Rakornas yang berlangsung hingga tiga hari ke depan ini mampu melahirkan kebijakan dan strategi yang lebih jitu dan efektif. Menurutnya Pengurus Besar Muhammadiyah mendorong semua anggotanya untuk berzakat.
Artinya, berzakat bukan hanya keharusan karena perintah agama. Akan tetapi zakat adalah kebutuhan manusia sebagai makhluk yang hidup secara kolektif. Muhammadiyah menginginkan zakat menjadi gerakan yang terorganisir.
Zakat bukan hanya beramal saleh namun juga memerlukan kecakapan berorganisasi. “Catat mencatat adalah salah satu inti dari pengelolaan zakat yang dalam era sekarang bagian dari akuntabilitas,” imbuhnya.
Muhammadiyah memaknai praktik berzakat bukan sekadar memenuhi kaidah-kaidah fiqhiyyah semata. Melainkan membangun tradisi dan etos untuk menyemai nilai-nilai kebaikan kepada sesama.
“Untuk menanamkan tradisi berzakat (berinfak), perlu sistem pendidikan yang baik dan harus diterapkan sejak dini kepada anak-anak,” tegas Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan, Penelitian, dan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.