REPUBLIKA.CO.IDm JAKARTA -- Proyek reklamasi pantai Jakarta dalam perjalanannya dinilai merupakan proyek yang dipaksakan. Alasannya, sebelumnya pada 2003 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menerbitkan surat Keputusan Menteri No 14 tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
"Dengan kata lain izin kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang diterbitkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menjawab semua persoalan lingkungan alias tidak layak Amdal," ujar pengamat lingkungan perkotaan Ubaidillah, baru-baru ini.
Dia menegaskan proyek tersebut merupakan wilayah strategis nasional dan menyangkut tiga provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten). Untuk itu, yang berwenang menguji dan menilai Amdal adalah pemerintah pusat dalam hal ini KLH.
Atas Kepmen tersebut, para swasta pengembang reklamasi yang didukung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian menggugat KLH ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor perkara 75/G.TUN/2003/PTUN-JKT.
Dalam putusan persidangan PTUN tingkat pertama dan kedua dimenangkan oleh pihak swasta pengembang reklamasi. Dia mengatakan atas putusan PTUN yang memenangkan penggugat tersebut, KLH bersama tergugat intervensi (Walhi cs) terus melakukan upaya perlawanan hukum dan mengajukan banding. Dalam proses banding hingga pada tingkat kasasi akhirnya Mahkamah Agung (MA) memenangkan KLH. "Dalam putusannya MA menilai bahwa reklamasi dan revitalisasi pantai utara Jakarta tidak layak atau ilegal," kata Ubadillah.
Namun pada 2011 upaya hukum permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan swasta pengembang reklamasi pada akhirnya mengubah keberpihakan MA. MA menjadi berbalik mengabulkan permohonan PK tersebut dengan Putusan Peninjauan Kembali No.12 PK/TUN/2011 tentang Ketidaklayakan KepmenLH.14/2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.