REPUBLIKA.CO.ID,BERLIN -- Kementerian dalam negeri Jerman mengkonfirmasi hampir 6.000 pengungsi anak-anak dilaporkan hilang di negaranya pada 2015. Dikhawatirkan sebagian dari mereka jatuh ke tangan para penjahat dan penyelundup manusia.
Organisasi berita Jerman, Funke Mediengruppe melaporkan, sebanyak 5.835 pengungsi anak-anak hilang di negara itu selama 2015. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Jerman Johannes Dimroth mengkonfirmasi pemberitaan media, bahwa pemerintah telah menyampaikan kepada parlemen mengenai hilangnya hampir 6.000 pengungsi anak tersebut.
‘’Sebagian besar anak-anak yang hilang berasal dari Suriah, Afghanistan, Eritrea, Maroko, dan Aljazair. Dan sekitar 550 dari mereka pengungsi yang hilang berusia di bawah 14 tahun,’’ kata kementerian dalam negeri Jerman seperti dikutip dari laman The Guardian, Rabu (13/4).
Pemerintah Jerman belum mengetahui keberadaan mereka saat ini. Bahkan, Kementerian Dalam Negeri Jerman mengakui angka perkiraan raibnya pengungsi ini bisa lebih rendah. Pihaknya mengakui, situasi ini sangat serius. Namun, kata Dimroth, sulit mengikuti kasus ini karena kurangnya pusat pengumpulan data. Uni Eropa memperkirakan setidaknya 10 ribu pengungsi anak-anak telah menghilang setelah tiba di Benua Biru itu. ‘’(Angka hilangnya pengungsi anak-anak itu) sangat mungkin diremehkan,’’ kata seorang pejabat senior di Unicef memperingatkan.
Juru bicara global Unicef yang menangani krisis Eropa dan pengungsi dan migran Sarah Crowe mengatakan, jika jumlah anak-anak tidak dihitung, otoritas pemerintah memang tidak menghitungnya. Karena sistem pendaftaran migran yang belum sempurna membuat pemerintah Eropa tidak memiliki gambaran yang jelas tentang jumlah pengungsi anak-anak yang tiba di pantainya, atau bagaimana melacak rute keberangkatan mereka. Bahkan, kata dia, beberapa dari mereka yang hilang mungkin tidak pernah terdaftar.
‘’Secara keseluruhan, sebanyak 95 ribu anak-anak yang tidak didampingi oleh orang dewasa atau telah terpisah dari keluarga mereka telah meminta suaka di Uni Eropa tahun lalu, mayoritas dari mereka di Jerman dan Swedia,’’ ujarnya.
Kemudian setidaknya 2.000 anak-anak lebih yang tidak ditemani diduga terdampar di Yunani, beberapa sudah tidur di jalanan, setelah jalan darat menuju Eropa Barat ditutup. "Tentu saja mereka yang tidak ditemani cenderung rentan terhadap penjahat perdagangan manusia. Selama mereka tidak memiliki bahasa yang tepat, mereka tidak memiliki akses informasi, mereka akan dimangsa (menjadi korban)," kata Crowe.