REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar, kader diminta memberikan sumbangan atau setoran demi mendukung kegiatan tersebut.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengatakan panitia Munas mungkin terinspirasi dan ingin meniru Hipmi dan Kadin saat munas, yaitu meminta kandidatnya menyumbang.
Tapi, kata dia, kandidat Hipmi atau Kadin rata-rata merupakan pengusaha tajir. Tapi, Jumlah sumbangan yang diwajibkan tidak se-fantastis Golkar, atau sekitar Rp 1-3 miliar rupiah sebagai sumbangan kepada panitia untuk biaya penyelenggaraan.
''Bagi kami di Tim Akom, Ini bukan soal mampu atau tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut. Tapi soal patut atau tidak patut. Kalau jumlahnya wajar dan tidak se-fantastis itu, kita dapat memakluminya,'' katanya, Rabu (13/4).
Ia menjelaskan, para kandidat yang rata-rata anggota DPR, mantan anggota DPR dan Gubernur itu harus merampok kemana, sehingga baginya ini kemunduran bagi partai sebesar Golkar. Kalau alasan untuk menghindari money politic, itu alasan yang mengada-ngada.
Tapi kalau alasan panitia butuh dana untuk penyelenggaraan, ia meminta lebih baik berterus terang saja. Ia yakin para kandidat rela dan ikhlas patungan. Berdasarkan pengalaman, Bamsoet menuturkan, saat Munas Bali tahun 2014, dengan 2000 kamar di sembilan hotel di Bali tidak sampai Rp10 miliar.
''Sekali lagi, kalau kebijakan itu benar-benar dilaksanakan, itu sama saja para calon atau kandidat di suruh merampok atau korupsi, Karena hampir seluruh calon adalah anggota DPR.
Salah satu Caketum Golkar, Azis Syamsuddin menyatakan, dana sebesar Rp 20 miliar itu terlampau besar untuknya. Namun, hal itu belum menjadi keputusan final dan masih wacana.
"Kita lihat saja perkembangannya, kan belum final, kan baru wacana," ujarnya.
Ketika ditanya berapa besar dana sumbangan ideal yang harusnya dibebankan ke Caketum, lebih baik justru tidak ada biaya sama sekali untuk mahar.