REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak warga Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, yang memilih tinggal di perahu pascapermukiman mereka digusur oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Matthew Michele Lenggu menilai 'Manusia Perahu' muncul karena ada rentetan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Itu jelas ya pelanggaran HAM, Pemerintah DKI Jakarta bukannya menjamin hak mereka tapi justru mencerabut hak," katanya, Kamis (14/4).
Ia melanjutkan, sejak awal Pemprov DKI Jakarta tidak pernah melakukan musyawarah secara tulus dengan warga Jalan Akuarium, Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.
Pemprov hanya memberikan Surat Peringatan yang meminta kepada warga untuk mengosongkan dan membongkar tempat tinggal mereka dalam waktu tujuh kali 24 jam. Surat peringatan itu warga terima pada 31 Maret lalu.
Matthew mengatakan sesuai dengan konvensi internasional pasal 7 tahun 1997 jika pemerintah melakukan penggusuran untuk kepentingan umum harus melalui musyawarah yang tulus.
"Jika kita menggunakan standar negara-negara beradap," tegasnya.
Tapi penggusuran yang dilakukan di Pasar Ikan, warga langsung diberikan Surat Peringatan 1. Matthew mengatakan sejak tidak ada dialog antara pemerintah dan warga sudah terjadi pelanggaran HAM.
Dialog dilakukan untuk menentukan solusi terbaik. 'Manusia perahu' warga yang menolak tinggal di rumah susun yang disediakan pemerintah.
Selain di Pasar Ikan, ia juga mengatakan kejadian serupa terjadi di Bukti Duri, Kampung Pulo dan Kali Apuran. Relokasi dilakukan tanpa ada kesepakatan antara Pemprov dan warga.
"Jadi Pemprov seperti terima syukur nggak yang udah terserah," katanya.