Kamis 14 Apr 2016 19:49 WIB

Fraksi PDIP Tolak RUU Tax Amnesty Jika Hanya Untungkan Pengemplang Pajak

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nidia Zuraya
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu, Jakarta, Rabu (2/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu, Jakarta, Rabu (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kendati Komisi XI DPR RI telah memutuskan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan istilah RUU Tax Amnesty. Namun sejumlah fraksi menegaskan akan mengawal pembahasan RUU tersebut, salah satunya fraksi PDI Perjuangan.

"Kami mau kawal agar peruntukkan RUU ini untuk kepentingan bangsa dan negara bukan untuk melindungi pengempang pajak saja," kata anggota Komisi XI Fraksi PDIP, Andreas Edy Susatyo.

Menurutnya, fraksinya tidak ingin UU Pengampunan Pajak hanya sebagai ajang untuk melaporkan harta dan pajak kekayaan saja. Tetapi juga bagaimana membawa harta dan kekayaan itu kembali di Indonesia.

Lantaran itu fraksinya menilai perlu juga pembahasan RUU Repratiasi Modal atau penerimaan negara. "Ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, untuk menarik modal WNI dari luar, intensif pajak, lalu lintas devisa dan instrumen investasi," katanya.

Hal ini dilakukan mengingat pada 2018 nanti tidak ada lagi tempat persembunyian bagi para pemgemplang pajak. Lantaran diberlakukan perjanjian Automatic Exchange Sistem of Information (AEoI) secara global dan Indonesia mulai pada 2017.

Sehingga, sejumlah pihak menilai keberadaan UU Tax amnesty tak begitu perlu dengan adanya perjanjian internasional tersebut. "Jadi jangan RUU Tax Amnesty ini bermanfaat bagi pengemplang pajak ini untuk menghindari perjanjian internasional itu, tapi bagaimana uang itu kembali ke negara ini," katanya.

Selain itu juga, ia menilai pengampunan pajak sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu pendek antara satu kebijakan dengan kebijakan berikutnya. Hal ini agar menghindari para wajib pajak nakal yang coba mengakali untuk menunggu memon pengampunan pajak kembali.

"Jadi jangan dilakukan berulang-berulang kali dalam waktu dekat," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement