REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penyebaran lokasi sekolah dasar (SD) di Kota Bandung tidak merata. Hal ini berakibat beberapa sekolah kekurangan siswa sementara lainnya kelebihan kapasitas.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Elih Sudiapermana. Elih menyebutkan SD yang berada di pusat kota cenderung mengalami penurunan jumlah murid. Sementara di kawasan pinggiran jumlah siswanya bahkan melebihi kapasitas.
"Ada banyak kursi kosong di sekolah dasar di pusat-pusat perkotaan. Tapi kalau Ujung Berung sudah penuh SD nya yang kurang," kata Elih saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (24/4).
Menurut dia, hal demikian terjadi lantaran berkembangnya pemukiman di Kota Bandung. Kawasan pinggiran menjadi lahan padat pemukiman. Elih mengatakan kondisi ini sudah terjadi sejak pemekaran Kota Bandung sekitar tahun 1987. Warga mencari lahan-lahan murah di pinggiran kota yang kemudian menjadi kawasan pemukiman padat penduduk.
Hasilnya, ujar dia, sekolah-sekolah di sana menjadi penuh. Karena orangtua tentunya ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal.
Sementara di pusat perkotaan berkembang menjadi pusat bisnis dan perkantoran. Sehingga jumlah siswa yang masuk pun berkurang."Ini terjadi sejak perluasan Kota Bandung dan perumahan di pinggiran kota sekitar tahun 1987. Padahal sekolah banyak di pusat kota. Jadi selama ini dipaksakan," ujar Elih.
Ia mencontohkan di daerah Tilil, Tikukur, Cibeunying Kidul dan Cibeunying Kaler yang banyak terdapat sekolah. Namun daerah tersebuy lebih banyak berubah menjadi kawasan perkantoran dan minim penduduk tinggal. Sementara di SD Ujung Berung, kata Elih, siswanya hampir mencapai 3.000an.
Menyikapi hal tersebut, pihak sekolah terpaksa membagi jam pelajaran siswa menjadi dua bagian, pagi dan siang. Bahkan satu jenjang bisa mencapai enam kelas."Kelas lima saja bisa sampai enam kelas," ucapnya. Di samping itu, penambahan-penambahan ruang kelas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan siswa yang banyak.