REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah Indonesia tidak membedakan upaya untuk membebaskan Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera di luar negeri.
"Kita (pemerintah) tidak membedakan upaya untuk membebaskan buat yang sepuluh atau empat, bagi kita Warga Negara Indonesia adalah Warga Negara Indonesia yang harus kita lindungi," kata Menlu Retno di kantor Kementerian Luar Negeri RI, Pejambon, Jakarta, Selasa (3/5) malam.
Menurut Menlu, pembebasan sepuluh WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan merupakan hasil dari kerja sama dan koordinasi yang baik dari pemerintah Indonesia, Filipina dan pihak-pihak lainnya. "Alhamdulillah, (upaya pembebasan) sepuluh WNI sudah selesai, sekarang kita perkuat lagi untuk membebaskan empat WNI yang masih disandera," kata dia.
(Baca: Penyandera Empat WNI Belum Hubungi Pihak Indonesia)
Terkait cara pembebasan para sandera, Menlu menyampaikan bahwa sepuluh WNI yang sudah dibebaskan dan empat WNI yang masih disandera berada di tempat dan ditahan kelompok yang berbeda sehingga kondisi di lapangan pun berbeda.
Oleh karena itu, Menlu menyampaikan pada Senin (2/5) lalu telah diselenggarakan rapat koordinasi di kantor Menkopolhukam Luhut Pandjaitan dalam rangka penguatan untuk upaya pembebasan empat WNI yang masih disandera.
Sepuluh ABK WNI Kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 atas nama Peter Thompson Barahama (nakhkoda), Julian Phillips (mualim 1), Alvian Elvis Srepi (mualim 2), Mahmud (kepala kamar mesin), Suryansah (masinis 2), Suryanto (masinis 3), Wawan Saputra (juru mudi), Bayu Oktavianto (juru mudi), Rinaldi (juru mudi), dan Wendi Rahardian (koki) telah dibebaskan kelompok Militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan pada Ahad (1/5) lalu.
Menlu Retno mewakili pemerintah Indonesia telah menyerahkan kesepuluh WNI tersebut kepada pihak keluarga dalam acara di Gedung Pancasila Kemlu, Jakarta, Senin (2/5).