REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institut Proklamasi Arief Rachman mengatakan, perhelatan menuju Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar tinggal hitungan hari. Namun, kisah di balik perebutan orang nomor satu Golkar begitu dramatis.
Salah satunya yakni soal kontrak politik antara Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dengan Ade Komarudin (Akom). Akom mulanya didapuk sebagai Ketua Fraksi Golkar DPR RI. Saat Setya Novanto mundur dari jabatan ketua DPR, ada kontrak/komitmen politik yang ditandatangani antara ARB-Akom disaksikan kader Partai Beringin lainnya.
"Dalam perjanjian tersebut, Akom punya kewajiban menjaga mandat Golkar di parlemen. Mandat inilah kini yang mesti dilihat sebagai sebuah pegangan moral dengan Akom," katanya, Rabu, (4/5).
Sebagai seorang ketua umum, ujar Arief, ARB seharusnya meminta Akom untuk tak maju dalam munaslub karena tanggung jawab sebagai ketua DPR sangatlah besar. Sedangkan, kerja-kerja untuk menjalankan roda partai nantinya juga memakan energi besar.
"Seharusnya Akom banyak memimpin rapat di DPR. Namun, ia malah keliling daerah alias kampanye mengumpulkan dukungan," katanya.