Jumat 06 May 2016 10:46 WIB

Soal Iuran 1 Miliar, Golkar Tolak Saran KPK

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Kandidat Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kiri) menyerahkan berkas persyaratan kepada Ketua Komite Pemilihan pada Munaslub Partai Golkar Rambe Kamarulzaman (kanan) di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (4/5).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Kandidat Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kiri) menyerahkan berkas persyaratan kepada Ketua Komite Pemilihan pada Munaslub Partai Golkar Rambe Kamarulzaman (kanan) di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Iuaran satu miliar yang menjadi salah satu syarat calon ketua umum Partai Golkar tetap diberlakukan. Panitia akhirnya tetap memberlakukan hal tersebut karena dianggap tidak melanggar undang undang.

Wakil Ketua Komite Etik Munaslub, Lawrence Siburian mengatakan setelah melakukan konsultasi dengan KPK, diambil kesepakatan bahwa iuran satu miliyar tidak melanggar hukum. Namun, memang KPK sempat mengingatkan untuk menghindari politik uang dari proses Munaslub ini.

"KPK hanya mengingatkan khusus bagi pejabat negara yang ikut mencalonkan diri agar tidak menggunakan jabatannya dan uang untuk mempengaruhi pemilih yang bisa jadi pemilih tersebut juga adalah pejabat negara karena itu bisa melanggar UU Tipikor berkaitan dengan Gratifikasi," ujar Lawrence, Jumat (6/5).

Lawrence mengatakan berdasarkan hal tersebut panitia Munaslub akan tetap melakukan pemberlakuan iuran satu miliiar yang akan dibebankan kepada seluruh caketum. "Kebutuhan penyelenggara munas, tidak akan dikurangi. Jadi yg dibebankan kepada caketum adalah sumbangan. Lolos atau tidak lolos panitia akan menjalankan mekanisme yang sudah ditetapkan," ujar Lawrence.

Stering Commite (Panitia Pengarah) berterima kasih kepada KPK yang telah menghimbau dan mengharapkan agar pejabat negara yang ikut dalam caketum Partai Golkar tidak menggunakan politik  uang dalam penyelengaraan kegiatan tersebut.

Baca juga, KPK Larang Golkar Tarik Iuran 1 Miliar ke Caketum.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement