REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja, Maruli Hasiloan, mengatakan pihaknya telah mencabut izin kerja empat WNA asal Cina yang tertangkap di Bandara Halim Perdanakusuma, akhir April lalu. Izin satu pekerja Cina lainnya kini ditangani pihak imigrasi.
"Izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) keempat WNA sudah dicabut. Satu WNA kini sedang ditangani imigrasi," ujar Maruli kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (10/5).
Keempat WNA itu dia melanjutkan sebelumnya mengantongi izin kerja selama enam bulan. Sementara satu WNA lain asal Cina tidak mengantongi izin kerja apapun.
Pencabutan izin kerja, tutur Maruli ke depannya akan terus dilakukan bagi WNA yang menyalahgunakan izin kerja di Indonesia. "Misalkan dia WNA datang ke Indonesia sebagai wisatawan, maka memang tak boleh bekerja. Kalau dia tetap bekerja, tetap ditindak," tambahnya.
Sebelumnya, lima orang pekerja asing asal Cina diamankan saat melakukan aktivitas pengeboran tanpa izin di wilayah Lanud Halim Perdanakusuma, 29 April lalu. Berdasarkan penelusuran Kemenaker, ada evaluasi atas operasional kelima pekerja.
Pertama, empat dari lima orang tersebut telah mengantongi izin kerja atas nama perusahaan yang disebut izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA). Hanya satu orang yang tidak memiliki izin kerja.
Kedua, setelah ditelusuri, empat orang pekerja asing yang memegang izin kerja itu memiliki izin kerja jangka pendek (enam bulan) dengan jabatan dua orang technical engineer, satu orang finance manager, dan satu orang lainnya sebagai research and development manager. Dalam hal jabatan, ini tidak masalah karena memenuhi ketentuan yang ada.
Ketiga, setelah diperiksa antara data izin kerja (IMTA) dengan fakta di lapangan dan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan pihak Imigrasi Jakarta Timur, empat orang tersebut diketahui memiliki IMTA atas nama PT Teka Mining Resources (TMR). Artinya, PT TMR itulah pengguna sah dari keempat pekerja asing tersebut.
Namun, dari hasil pemeriksaan Imigrasi, keempat orang di lapangan bekerja atas nama PT GCM (Geo Central Mining). Dalam hal ini berarti ada pelanggaran dalam pelaksanaan IMTA terkait dengan perubahan perusahaan pengguna. Ini adalah penyalahgunaan IMTA.
Keempat, data jabatan mereka dalam IMTA dengan aktivitas pekerjaan di lapangan yang tertera dalam hasil pemeriksaan Imigrasi dan Otoritas Pangkalan Udara Halim ternyata berbeda. Menurut izin kerjanya, keempat pekerja asing tersebut dua orang berposisi sebagai technical engineer, satu orang finance manager, dan satu orang lainnya sebagai research and development manager. Namun, di lapangan, mereka melakukan aktivitas pekerjaan berbeda.
(Baca Juga: Ngebor di Wilayah Lanud Halim, 5 Pekerja Cina Ditahan)