REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas mengatakan, argumen para pengusaha minuman keras (miras) yang menyatakan bahwa miras tak ada korelasinya dengan tindakan pemerkosaan dan pembunuhan jelas tak bisa diterima.
"Sebab data-data empirik menunjukkan bahwa banyak perilaku pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi dipicu oleh pengaruh miras yang mereka konsumsi. Para pedagang miras mencoba menyamakan miras dengan pisau yang tak ada hubungannya dengan pembunuhan," katanya, Rabu, (11/5).
Memang, terang Anwar, miras tak langsung memicu peminumnya untuk melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Namun lain cerita ketika peminum syahwatnya memuncak kemudian dia melihat seorang perempuan di depannya. Di bawah pengaruh miras, mereka tak segan memperkosa wanita yang di depannya tersebut.
"Begitupula jika peminum miras itu sangat benci dan tak suka kepada seseorang yang ada di depannya lalu di tangannya ada pisau maka karena pengaruh miras yang dikonsumsinya dia tak segan membunuh orang yang dibencinya itu," ujarnya.
Karena itu, dia menjelaskan, meminum miras sama artinya menciptakan satu kondisi bagi peminumnya untuk berbuat dan melakukan hal-hal yang tak terpuji. Oleh karena itu pemerintah dan para pembuat undang-undang jangan lagi ragu dan terpengaruh oleh argumentasi yang tak berdasar yang menyatakan miras tak berkorelasi dalam kasus terjadinya pemerkosaan dan pembunuhan.
"Terakhir kita tahu masalah pemerkosaan dan pembunuhan terhadap anak dibawah umur di Bengkulu dan di Bandung di mana lima pemuda mabuk merampok dan memperkosa wanita yang jadi korbannya."
Dia menjelaskan, jika pemerintah ingin menghilangkan atau mengurangi praktik pemerkosaan dan pembunuhan maka perdagangan miras harus dilarang dan dihentikan. Menurut dia, Gubernur Papua Lukas Enembe sudah mencontohkan dengan mengeluarkan peraturan daerah yang melarang miras di daerahnya.