Kamis 12 May 2016 21:01 WIB

Jokowi Minta Pengawasan Komunisme Perhatikan Kebebasan Berpendapat

Presiden Joko Widodo
Foto: Reuters/Darren Whiteside
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta TNI dan Polri untuk menghentikan upaya kebangkitan komunisme atau pun Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun upaya itu juga harus menghormati hak kebebasan berpendapat.

"Dengan langsung menelepon, dengan memerintahkan kepada Kapolri, kepada Panglima TNI untuk melihat itu tadi. Masih tetap menghormati hak asasi, kebebasan berpendapat," katanya ketika ditemui di area Istana Negara Jakarta, Kamis (12/5).

Menurutnya, Presiden meminta hal tersebut karena telah mendapatkan laporan dari sejumlah tokoh masyarakat mengenai adanya tindakan dari aparat yang berlebihan dalam menghentikan isu kebangkitan komunisme.

"Memang ada masukan dari berbagai pihak yang mengatakan, yang memberi masukan ke Presiden. Ada sebagian dari aparat itu yang dianggap 'kebablasan' dalam menerjemahkan perintah Presiden," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden mengarahkan kepada Polri dan TNI untuk segera mengatasi keresahan di masyarakat jika terdapat upaya-upaya membangkitkan PKI.

Presiden RI, jelas Johan, tetap beracuan kepada Tap MPR No I Tahun 2003 yang memutuskan penetapan Tap MPRS No XXV Tahun 1966 tetap berlaku secara berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Pada Selasa (10/5), Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan dirinya bersama Presiden Joko Widodo, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Kepala BIN Sutiyoso serta pejabat TNI melakukan pertemuan membahas maraknya aktivitas dan pengenaan atribut yang menunjukan identitas PKI atau komunisme semakin meningkat.

Kapolri mengatakan aparat keamanan juga menemukan beberapa aktivitas yang berkaitan dengan komunisme.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement