REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai masih bersikap abai terhadap regenerasi petani muda di Indonesia. Dengan minimnya petani muda yang terlibat aktif di dunia pertanian hal ini dapat menjadi ancaman serius buat terwujudnya swasembada pangan di negeri ini.
Temuan itu didapat dari hasil kajian yang dilakukan secara bersama oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Pusat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB di Kediri, Tegal, Karawang dan Bogor pada Oktober-Desember 2015.
''Dengan mandeknya proses regenerasi ini maka dalam 10-15 tahun ke depan bisa menjadi ancaman serius buat terciptanya kedaulatan pangan di Indonesia,'' kata Said Abullah, koordinator KRKP, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (17/5).
Said mengungkapkan hasil sensus Pertanian 2013 diketahui ada 1.369 keluarga per hari yang telah meninggalkan dunia pertanian di Indonesia. Masih dari data yang sama, ia juga mengungkapkan sebanyak 61,8 persen petani Indonesia itu sudah berusia di atas 45 tahun. Lalu 26 persen lagi berusia antara 35-44 tahun. ''Hanya 12,2 persen yang berusia di bawah 35 tahun,'' katanya.
Said menambahkan selama lima tahun terakhir terlihat adanya tren yang terus menurun untuk serapan tenaga kerja di sektor pertanian. Pada 2010, tercatat masih ada 38,69 juta orang yang bekerja di sektor pertanian. Lalu pada 2014, jumlah tenaga kerja tersebut terus menyusut menjadi 35,54 juta orang saja.
Penurunan jumlah tenaga kerja itu, kata Said, berdampak juga terhadap kontribusi sektor pertanian terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pada 1971, PDB Indonesia dari sektor pertanian menyumbang 44,8 persen dari kontribusi total. Lalu pada 2009, hanya berkontribusi 21,6 persen dan pada 2013 menyisakan 14,4 persen.
Penurunan sektor pertanian ini, menurut Said, tentunya menjadi persoalan serius yang harusnya menjadi perhatian pemerintah. Terkait dengan persoalan regenerasi petani, ia mengatakan, tidak bisa diselesaikan oleh satu sektor saja. ''Persoalan pertanian dan petani ini lintas sektor multidisiplin. Upaya regenerasi harus menjadi kerja kolektif semua pihak,'' ujar alumnus IPB ini.
Lantas untuk bisa menarik kaum muda tertarik kepada dunia pertanian, Said menyarankan pemerintah untuk mengubah pendekatannya. Pendekatan teknis seperti membagi-bagikan traktor, kata dia, sesungguhnya belum mampu menyentuh kepada persoalan yang fundamental.
''Subsidi yang selama ini diberikan pemerintah masih tertuju pada subsidi input. Ke depan harusnya bisa dialihkan menjadi subsidi output seperti memberikan subsidi harga produk pertanian. Inilah yang perlu diberikan tentang adanya kepastian harga,'' ujarnya.
Hal lainnya, kata dia, pemerintah harus mengkonkretkan wacana memberikan akses dan aset lahan kepada para petani gurem. Lalu, pemerintah bisa mendorong alih pengetahuan tentang pertanian dan ketersediaan infrastruktur pendukung. ''Faktor-faktor ini adalah kunci yang harus disentuh oleh pemerintah supaya minat generasi muda menjadi meningkat,'' kata Said.