REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, putusan PN Kediri, Jawa Timur terhadap pelaku kejahatan seksual Sony Sandra (SS) alias Koko yang diduga menimpa 58 anak, harus menjadi perhatian bersama. Alasannya, ia mengatakan, praktik jual beli hukum di Indonesia masih marak terjadi.
"Ini yang harus menjadi perhatian, misalnya dalam hal ini Komisi Yudisial (KY) dan aparatur hukum lain, bahkan presiden," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (17/5).
Sebab, Dahnil menyebut, fakta yang ada di Indonesia, seseorang dengan uang dan kekuasaan mampu mereduksi atau memperkecil hukuman. "Ini fakta, hukum kita masih sangat bisa dibeli. Keadilan kita selalu kalah dengan uang," ujarnya.
Sebelumnya, 58 anak perempuan diduga menjadi korban perkosaan oleh seorang pengusaha asal Kediri, Jawa Timur. Kejadian yang berlangsung di Kota Kediri dan sekitarnya tersebut, telah berlangsung sejak 2013.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia cabang Kediri serta Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan Brantas, pelaku adalah kontraktor bernama Sony Sandra (63 tahun). Pelaku merupakan salah satu orang yang cukup berpengaruh dan mendominasi secara perekonomian di Kota Kediri dan sekitarnya. Sementara para korban, berasal dari keluarga berperekonomian menengah ke bawah.
Yayasan tersebut mengungkapkan, baru lima korban yang kasusnya diproses hukum. Dua di antaranya, sudah ditangani PN Kediri. Putusan akan dibacakan 19 Mei mendatang.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan Brantas, Habib Umar Alhamid menjelaskan, pelaku Sony dikenai padal 81 Ayau 2 UU RI 23 Tahun 2002 jo KUHP Pasal 65 Ayat 1 dan dituntut 13 tahun penjara.