REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan bekerja sama dengan Women Self Defense of Kopo (WSDK) Ryu menggelar pelatihan bela diri praktis khusus untuk perempuan. Pelatihan beladiri ini digelar untuk menindaklanjuti maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa kaum perempuan.
Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kabupaten Bandung, Windar Sofian Nataprawira menuturkan, saat ini kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan kian marak. Karena itu, untuk mencegah kasus tersebut, para perempuan harus dibekali dengan berbagai cara antisipasi.
"Salah satunya, dengan menanamkan ilmu bela diri kepada perempuan, agar mereka bisa melawan segala bentuk kekerasan seksual," kata dia di sela-sela pelatihan beladiri di Gedung Dewi Sartika di kantor pemerintahan Kabupaten Bandung, Soreang, Rabu (25/5).
Apalagi, Windar mengakui, kasus kekerasan seksual saat ini cukup mewarnai pemberitaan nasional. Di beberapa daerah, seperti di Tangerang, bermunculan kasus kekerasan seksual yang menyita banyak perhatian.
Bahkan, Windar mengungkapkan, total kekerasan seksual yang terjadi hingga 2015 kemarin, mencapai 16 ribu kasus. Kabupaten Bandung, diakui dia, termasuk daerah yang tergolong tinggi dalam kasus kekerasan seksual se-Jawa Barat.
"Nanti setelah pembekalan bela diri untuk para ibu di sini, kita akan sosialisasikan ke kecamatan-kecamatan agar bisa diikuti," lanjut dia.
Sementara itu, Head Coach WSDK Ryu, Eko Hendrawan menuturkan, bela diri yang diikuti 150 perempuan dari Dharma Wanita Kabupaten ini praktis untuk diterapkan kalangan perempuan. "Sebenarnya undangan pelatihan bela diri yang datang ke kita banyak dari luar Jabar, seperti Papua dan Sumatera. Tapi kita tolak semua, kita ingin utamakan wilayah Jabar dulu karena kita juga lahir dari sini (Jabar)," tambah dia.
Bela diri yang diajarkan tersebut merupakan gabungan antara Karate dan Jujitsu asal Jepang. Bela diri ini praktis untuk dicontoh para ibu dan mudah. Pelatihan ini juga sekaligus ingin menyampaikan bahwa bela diri tersebut mempunyai gerakan-gerakan yang mudah dilakukan.
"Jadi enggak perlu ada tingkatan sabuk, misal harus sampai hitam, enggak perlu. Tujuannya agar perempuan memiliki kekuatan defense," tutur dia.
Bela diri, lanjut Eko, tidak hanya seputar teknik, tapi juga nonteknik. Sejumlah barang yang kerap dibawa perempuan, seperti tas, sisir, dan sebagainya, sebenarnya bisa digunakan untuk melawan dalam situasi yang rentan terjadi kekerasan seksual.