Kamis 26 May 2016 11:18 WIB

ICW: Ahok Melanggar Aturan

Rep: C39/ Red: Ilham
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan, langkah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama alias Ahok saat menarik iuran ke pengembang dalam proyek reklamasi tidak bisa dikategorikan sebagai diskresi. 

"Tidak bisa diskresi menjadi alasan untuk menciptakan kontribisi tambahan, karena diskresi sendiri itu telah diatur bagaimana cara menggunakan, serta apa unsur-unsur pengertian diskresi itu menurut undang-undang adiministrasi pemerintahan," jelas Donal saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (26/5).

Menurut dia, kontribusi tambahan tidak bisa dikategorikan sebagai diskresi lantaran langkah tersebut dapat dilakukan dalam kondisi yang dinamis. 

"Justru ketika berhadapan dengan kontribusi tambahan dia tidak bisa dikategorikan sebagai diskresi karena dia tidak timbul dalam kondisi yang tetap," jelas dia.

Donal malanjutkan, kontribusi tambahan tersebut bisa saja menjadi alternatif pilihan pemerintah, yakni bisa dimasukkan dan bisa juga ditiadakan. "Jadi, hal itu bukan sesuatu yang pemerintah ternyata mau tidak mau (harus) melakukan itu. Apalagi kemudian ini bukan kekosongan hukum, tapi memang tidak diatur, tidak ada dasar hukumnya," ucap dia.

Donal mengatakan, dalam kontribusi tambahan jelas tidak mempunyai dasar hukum sama sekali, karena Peraturan Daerah (Perda) tentang itu belum dibahas oleh pemerintah. "Jadi kalau kesimpulannya adalah kontribusi tambahan itu melanggar aturan dan tidak bisa disebut sebagai diskresi yang dilakukan kepala daerah. Karena tidak termasuk pengertian diskresi menurut Undang-undang administrasi pemerintahan," kata Donal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement