REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan pemerintah pengganti perundang-undangan (perppu) kebiri telah ditandatangani Presiden RI Joko Widodo. Meski begitu, pro dan kontra masih terus berdatangan.
Psikiater Dadang Hawari mengajak Indonesia untuk mencontoh negara-negara yang sudah mempraktikkan hukuman kebiri kimiawi. Dia menyebut beberapa negara yang sudah memiliki hukuman kebiri antara lain Rusia, Polandia, dan Korea Selatan "Itu (kebiri) sebagai hukuman atas perbuatannya. Orang itu pun menyadari kalau dia berbuat masalah," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/5).
Di Polandia, hukuman kebiri disahkan pada 25 September 2009 pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hukuman tersebut mulai berlaku pada 9 Juni 2010. Bunyi peraturan tersebut kurang lebih, "Barang siapa bersalah karena memperkosa anak di bawah usia 15 tahun dapat dipaksa tunduk pada terapi kimia dan psikologis untuk mengurangi dorongan seks di akhir masa hukumannya.
Pada Oktober 2011, parlemen Rusia menyetujui undang-undang yang memungkinkan psikiater forensik pengadilan untuk meresepkan pengibirian kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah usia 14.
Baca juga, Jokowi Minta Hukuman Kebiri Segera Diterapkan.
Pada tahun yang sama, tepatnya Juli 2011, Korea selatan menerbitkan undang-undang pengebirian kimiawi untuk pelaku kejahatan seksual yang menyerang anak usia di bawah 16 tahun. Undang-undang tersebut juga memungkinkan kebiri kimiawi dilakukan atas perintah Kementerian Kehakiman.
Pada 23 Mei 2012, seseorang yang hanya dikenal dengan nama Park menjalani pengebirian tersebut. Kemudian pada 3 Januari 2013, pengadilan menjatuhkan pada pria berusia 31 tahun berupa hukuman penjara 15 tahun dan kebiri kimiawi.
Selain tiga negara di atas, masih banyak negara yang mempraktekkan kebiri kimiawi, diantaranya Amerika Serikat, Selandia Baru, India, Australia, dan Argentina. Menurut Dadang, negara-negara tersebut sukses menurunkan angka kejahatan seksual terhadap anak akibat adanya hukuman kebiri. Meski begitu di Indonesia kebiri saja tidak cukup. "Harus ada juga edukasi ke semua pihak bagi keluarga, masyarakat, dan aparat," ujarnya.