Jumat 27 May 2016 20:56 WIB

'Setya Novanto Harus Hapus Oligarki di Internal Golkar'

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (tengah) menyampaikan pandangannya didampingi Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno (kiri) dan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam diskusi dialektika demokrasi  di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (tengah) menyampaikan pandangannya didampingi Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno (kiri) dan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam diskusi dialektika demokrasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari PARA Syndicate, FS Swatoro mengatakan Ketua Umum Golkar Setya Novanto harus menghapus oligarki di internal partai berlambang pohon beringin itu, agar bisa sukses di Pemilu 2019.

"Hingga 2019 Setya Novanto jangan membiarkan oligarki menggerus tubuh Golkar. Kalau itu yang terjadi, Golkar pada Pemilu 2019 sepertinya agak suram," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Manuver Partai Golkar: Janji Pilpres 2019 dan Reshuffle Yang Tertunda" di Jakarta, Jumat (27/5).

Swantoro melihat meski Setnov telah terpilih sebagai ketua umum, namun nuansa oligarki di internal Golkar masih terlihat jelas. Ia mengingatkan dalam pemilu 2014 Golkar dibawah kepemimpinan Aburizal Bakrie hanya memperoleh 14,75 persen atau 91 kursi parlemen. Dia memperkirakan pada 2019, Golkar bisa terpuruk dengan mendapatkan kursi lebih rendah.

Ia menyarankan Novanto mengikuti jejak Akbar Tandjung dan Prabowo yang pernah mendapat citra negatif namun mampu membalikkan keadaan pada masanya.

Swantoro mengisahkan pada akhir era orde baru tahun 1998, Akbar Tandjung mampu merebut kepemimpinan Golkar dengan mengalahkan Edy Sudrajat. Saat itu posisi Akbar menurut dia, mendapatkan persepsi negatif karena dosa politik orde baru.

Namun dalam perjalanannya Akbar Tandjung membuat terobosan dengan menggelar konvensi Ketua Umum Golkar pada 2003, sehingga citranya berbalik menjadi positif pada 2004 dengan membawa Golkar menang Pemilu.

Sementara Prabowo, juga serupa dengan Akbar. Awalnya Prabowo mendapatkam persepsi negatif karena dugaan keterlibatannya pada kerusuhan Mei 1998.

Namun Prabowo mampu menetralkan keadaan saat mengikuti Konvensi Partai Golkar akhir 2003, dan menjadikan keadaan menjadi positif dengan mendirikan Partai Gerindra dan membawa partai itu masuk tiga besar dalam Pemilu 2014.

"Kalau Novanto bisa melakukan hal seperti Akbar Tandjung dan Prabowo, maka Golkar masih ada harapan, paling tidak Golkar masih bisa memperoleh 14 persen suara pada Pemilu 2019," jelasnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement