REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Korban penganiayaan kasus tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Tosan, meminta jaksa penuntut umum memberikan tuntutan hukuman mati kepada seluruh terdakwa yang melakukan pembunuhan kepada rekannya Salim Kancil dan penganiayaan terhadap dirinya.
"Kami minta aparat penegak hukum tegas dan tidak perlu ada keringanan hukuman terhadap para pelaku yang telah melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap aktivis antitambang pasir Selok Awar-Awar," katanya saat dihubungi di Lumajang, Jawa Timur, Selasa (31/5).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dodi Gazali Emil dari Kejaksaan Negeri Lumajang menuntut hukuman seumur hidup kepada kedua terdakwa Haryono dan Mat Dasir terkait kasus pembunuhan aktivis lingkungan Salim Kancil dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya pada 19 Mei 2016.
"Saya keberatan dengan tuntutan jaksa yang hanya menuntut seumur hidup atas terbunuhnya dan penganiayaan aktivis tambang karena para terdakwa sudah melakukan perencanaan untuk membantai Pak Salim Kancil dan saya," tuturnya.
Ia menyayangkan perbedaan tuntutan yang diberikan oleh JPU kepada seluruh terdakwa, padahal pelaku melakukan pembunuhan dan penganiayaan secara keji kepada aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar. "Kami juga minta aparat kepolisian menangkap pelaku pembunuhan dan penganiayaan yang masih berkeliaran karena saya merasa resah terhadap pelaku yang masih bebas tersebut," katanya.
Tosan mengaku pernah diteror dengan beberapa orang yang sempat memasuki halaman rumahnya beberapa waktu lalu pada malam hari, namun beberapa orang tersebut lari setelah dipergoki masuk rumah.
"Saya berharap majelis hakim juga memberikan vonis yang seberat-beratnya kepada seluruh terdakwa, sehingga hukuman mati yang tepat bagi mereka yang melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap aktivis antitambang," ujarnya.
Pada Kamis (12/5) lalu, JPU menunda tuntutan terhadap pelaku penganiayaan hingga menewaskan aktivis tambang pasir besi Salim Kancil di Selok Awar awar, Kecamatan Pasirian Lumajang di Pengadilan Negeri Surabaya karena jaksa belum siap dengan tuntutan yang akan diberikan pada persidangan saat itu.
PN Surabaya juga menyidangkan sebanyak 34 terdakwa lainnya. Mereka didakwa dengan berbagai pasal karena masing-masing terdakwa memiliki peran masing-masing.