REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintahan Joko Widodo tentang harga daging murah Rp 80 ribu per kilogram harus dipandang sebagai niat perbaikan, sikap politik negara dan upaya memperbaiki sistem. Pemerintah saat ini dinilai sudah bekerja sangat ekstra keras, namun memang keadaan ekonomi dunia yang tidak bersahabat sehingga menambah kompleksitas perekonomian nasional.
"Pemerintahan Pak Jokowi saya lihat sangat siap, alternatif kebijakan sudah dihadirkan," ujar anggota komisi II DPR Arteria Dahlan, Ahad (12/6).
Bahkan, kata dia, pemerintah telah menggulirkan paket kebijakan ekonomi hingga jilid XII yang merupakan bentuk konkret kesiapan, kesigapan dan mitigasi resiko dampak lemahnya laju perekonomian nasional. Dia pun meminta para pihak jangan hanya melihat aspek penanganan perekonomian dari harga daging sapi dan gula pasir.
"Lihat secara obyektif bahwa pemerintah telah melahirkan banyak alternatif solusi dan kebijakan harga dengan sangat rasional, tentunya dengan memperhatikan karakteristik pasar dan hukum ekonomi," kata Arteria.
Politikus PDIP ini melihat tidak relevan jika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberi solusi soal pembukaan lapangan kerja untuk masalah perekonomian saat ini. Pasalnya, kata Arteria, pemerintah saat ini justru lebih progresif lagi dengan membuat kebijakan kemudahan berbisnis yang derifativ terhadap pembukaan lapangan pekerjaan serta akses publik untuk ekonomi.
Bukan hanya itu, pemerintah saat ini juga memberikan kemudahan akses perkreditan, mendukungan kepastian hukum hingga infrastruktur kelistrikan. Arteria mengklaim ssemua terobosan ini baru pertama kali diambil pemerintahan Jokowi.
Arteria tetap menghormati pernyataan SBY. Namun menurut dia akan lebih elok lagi apabila SBY meminta penegak hukum untuk mengusut tuntas mafia sapi, membasmi praktik kartel sapi dan mengusulkan pada pemerintah untuk embentuk satgas mafia harga kebutuhan pokok. "Nah itu baru mantap. Jadi kelihatan sikap politik sekaligus keberpihakannya," ujarnya.