REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Syafruddin Kalo SH meminta Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri segera menyelamatkan Rita Krisdianti, Tenaga Kerja Indonesia yang dihukum mati oleh Pengadilan tingkat pertama Penang, Malaysia atas tuduhan menyeludupkan sabu-sabu empat kilogram.
"Pemerintah secepatnya melakukan upaya banding ke Majelis Pengadilan Tinggi di Penang agar dapat membatalkan putusan pengadilan di tingkat pertama itu," ujar Syafruddin Kalo di Medan, Senin (13/6).
Selain itu, menurut dia, pemerintah dapat menyiapkan pengacara yang akan membela tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menghadapi masalah hukum di negara asing tersebut. "Pengacara yang mendampingi Krisdianti harus mampu membela TKI itu, sehingga dapat bebas dari hukuman mati," ujar Syafruddin.
Ia menjelaskan pemerintah dapat melakukan pendekatan hubungan diplomatik dengan Malaysia untuk bisa membatalkan hukuman mati terhadap WNI itu. Syarifudin menilai Krisdianti adalah korban yang sengaja dijebak sindikat narkoba untuk membawa barang haram itu karena tidak mengetahui bahwa barang yang dibawanya itu, adalah sabu-sabu.
"Hukuman yang dikenakan terhadap orang Indonesia itu, harus dilakukan secara adil, dan jangan sampai merugikan TKI tersebut. Ini perlu dilakukan demi tegaknya hukum di Malaysia," ucapnya.
Syafruddin menambahkan Kementerian Luar Negeri dan KJRI di Penang harus terus bekerja keras, serta memperjuangkan nasib TKI yang diancam hukuman gantung itu. "Pemerintah harus bertanggung jawab menolong WNI yang tersangkut hukum di luar negeri dan membebaskannya," katanya.
Sebelumnya Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati menyambut positif berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam merespon kasus yang menimpa Rita Krisdianti, TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia.
"Turut prihatin atas proses hukum yang menimpa TKI Rita Krisdianti yang didakwa dalam kasus narkoba di Malaysia," kata Okky dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, terkait TKI atas nama Rita Krisdianti yang saat ini menjalani proses hukum di Malaysia karena sangkaan terlibat kasus narkoba.