Rabu 15 Jun 2016 23:08 WIB

Kasus Sumber Waras, DPR Pertanyakan Posisi Audit BPK ke KPK

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Ketua KPK Agus Raharjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif (kiri) dan Basaria Panjaitan (kanan) memberikan pemaparan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/6).  (Republika/ Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua KPK Agus Raharjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif (kiri) dan Basaria Panjaitan (kanan) memberikan pemaparan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/6). (Republika/ Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI mencecar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal hasil audit investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Sumber Waras.

Dalam hasil audit BPK ini ada temuan indikasi kerugian negara seberas Rp 191,7 miliar dari proses pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, hasil audit ini terkesan tidak diindahkan oleh KPK.

Dalam pernyataannya KPK menegaskan belum ada indikasi perbuatan melawan hukum dari proses pembelian lahan yang dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tersebut.

Anggota Komisi III DPR RI, Daeng Muhammad mengatakan hasil audit BPK biasanya digunakan sebagai salah satu alat bukti KPK, tapi di kasus Sumber Waras, hasil audit BPK seperti tidak berarti apa-apa.

Menurutnya, ini dapat menjadi preseden buruk bagi hasil audit BPK kalau di kasus Sumber Waras ini tidak dapat digunakan sebagai alat bukti.

"Berarti audit BPK yang dulu digunakan sebagai alat bukti harus diaudit ulang oleh KPK," ujar Daeng daat rapat dengar pendapat umum di Komisi III DPR RI, Rabu (15/6).

Anggota Komisi III dari fraksi PDIP, Junimart Girsang mengatakan permintaan audit investigasi terhadap Sumber Waras sebetulnya datang dari pimpinan KPK terdahulu. Namun, hasilnya justru seperti tidak diperhatikan oleh pimpinan KPK saat ini.

Junimart memertanyakan apakah KPK sudah melakukan audit forensik terhadap aliran dana Sumber Waras. Sebab, ada informasi bahwa dana yang diterima pemilik Yayasan Sumber Waras hanya sekitar Rp 335 miliar, bukan Rp 775 miliar. Jadi, seperti ada benturan antara KPK dengan BPK.

"Saya ingin kritisi, ini demi menjaga marwah dan kredibilitas masing-masing institusi," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny Kabur Harman menegaskan KPK harus menindaklanjuti temuan BPK tersebut sebagai bahan dalam kasus Sumber Waras ini.

Hal ini untuk tetap menjaga kredibilitas BPK sebagai institusi negara yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit.

Benny menceritakan, sikap pimpinan KPK periode lalu yang begitu yakin ada yang akan segera ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sumber Waras ini.

Hal itu jelas berbeda dengan sikap pimpinan KPK saat ini yang justru terkesan mengindahkan temuan BPK dan menyatakan belum ada perbuatan melawan hukum dari pembelian Sumber Waras

"Temuan (BPK) ini mau diapakan? Kalau tidak betul, BPK harus memertanggungjawabkan," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement