REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru akan memperjuangkan peraturan daerah yang mengandung nilai agama dan moral untuk tidak dihapuskan. Penghapusan perda dinilai melemahkan syariat Islam di sejumlah daerah.
"Saya kesal karena 80 sampai 85 persen mayoritas Islam di Indonesia, berarti Presiden kurang mendengar aspirasi masyarakat, melalui organisasi ini saya akan suarakan sampai ke Jakarta," kata Ketua MUI Pekanbaru Ilyas Husti usai seminar Pekan Tilawatil Quran di Gedung Serba Guna Radio Republik Indonesia
(RRI) di Pekanbaru, Kamis.
Sebelumnya pemerintah pusat menghapus 3.143 peraturan daerah (perda) yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi dan perda intoleran. Penghapusan perda tersebut menuai pro dan kontra karena beberapa perda yang mengandung dianggap bernafaskan nilai islam,
Ilyas Husti mengaku selama ini mendukung kebijakan pemerintah pusat namun tidak dengan penghapusan perda yang mengandung nilai agama dan moral yang bermanfaat untuk kemaslahatan banyak umat.
"Hak seorang Muslim jangan itu sampai dilemahkan," sebutnya.
"Kalau perda yang mengatur umat muslim lebih banyak menimbulkan perdamaian kenapa harus di hapuskan," katanya menambahkan.
Baca juga, MUI Silahkan Rumah Makan Buka, Tapi Hormati yang Puasa.
Peraturan daerah yang disoroti mulai dari perihal imbauan berbusana muslim atau muslimah, tentang wajib bisa baca Alquran bagi siswa dan calon pengantin, serta larangan membuka restoran, warung, rombong dan sejenisnya serta makan, minum atau merokok di tempat umum pada bulan Ramadhan dan perda lainnya yang sudah ditetapkan di beberapa daerah di Indonesia.
"Kalau itu dihapuskan maka dampaknya lebih buruk, kami dengan kawan-kawan kurang setuju dengan perda yang menyangkut keyakinan itu dihapuskan," ungkapnya.