REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung terus mematangkan rencana untuk menggelar eksekusi hukuman mati jilid ketiga. Sejumlah nama narapidana, termasuk narapidana kasus narkoba, Fredi Budiman, disebut masuk dalam daftar napi yang bakal menghadapi regu tembak.
Bahkan, pihak kepolisian telah menyiapkan regu tembak yang terdiri dari 24 personel. Mereka yang akan menjadi eksekutor dalam hukuman tersebut. Regu tembak itu kini sudah berada di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pelaksanaan hukuman mati ini masih menjadi kontroversi.
Ketua Setara Institute, Hendardi mengakui, kejahatan narkoba memang menjadi musuh bangsa dan mengancam generasi muda Indonesia. Namun, Hendardi menilai, pilihan menghukum dengan mengeksekusi mati adalah logika pembalasan, buka pemasyarakatan.
Hal itu dinilai tidak akan menimbulkan efek jera dan mengatasi masalah peredaran narkoba itu. ''Selain itu, hukuman mati tidak dibenarkan oleh hukum HAM dan konstitusi RI, yang menjamin hak hidup sebagai hak fundamental. Karena itu, hukuman itu harus ditolak,'' ujar Hendardi di Jakarta, Kamis (14/7).
Hendardi menyatakan, sebenarnya masih banyak cara yang bisa dipilih untuk menghukum seorang penjahat. Selama ini Jaksa Agung, HM Prasetyo mengatakan soal jumlah korban narkoba yang akhirnya dipakai sebagai pembenaran praktik hukuman mati. Namun, hingga saat ini jumlah tersebut belum pernah teruji validitasnya.