REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim evaluasi penanganan terorisme yang terdiri dari 13 tokoh mengkritisi kinerja Densus 88 dan Polri dalam menangani kasus terorisme di tanah air. Hafid Abbis, anggota tim evaluasi penanganan terorisme, menyampaikan penanganan terorisme seharusnya berdasarkan asas hukum serta sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dalam penanganan terorisme melibatkan supremasi hukum dan panduan-panduan bahwa pendekatan ini harus dilakukan sesuai dengan asas hukum," kata Hafid di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (15/7).
Lebih lanjut, ia pun mengungkapkan tim evaluasi memiliki sejumlah catatan dalam penanganan kasus terorisme, seperti kasus teroris Nur Rohman.
Sementara itu, Dahnil Anzar Simanjutak menilai potensi radikalisme dan terorisme memang ada di Indonesia. Namun demikian, pola pemberantasan serta penanganan harus dilakukan sesuai dengan hukum dan HAM. "Karena selama ini kita anggap usaha pemberantasan terorisme di Indonesia itu justru dilakukan di luar bingkai hukum, punya kecenderungan terhadap pelanggaran HAM dan stigmatisasi terhadap kelompok tertentu," jelas Dahnil.
Selain itu, tim evaluasi juga menyoroti akuntabilitas kepolisian dalam menangani kasus terorisme yang dinilai masih sangat rendah.
Franz Magnis Suzeno menambahkan, kasus terorisme di tanah air memang harus mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selain itu, tindakan tegas dan keras juga perlu dilakukan. Kendati demikian, ia meminta agar para terduga teroris juga diperlukan sesuai dengan HAM dan hukum yang berlaku.
"Saya berpendapat tentu saja teroris harus ditindak keras tetapi perlu diperhatikan bahwa teroris juga manusia. Menurut saya penting sekali bahwa kalau seseorang teroris ditangkap ia harus diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan sesuai HAM," jelas dia.
Sementara, Haris Azhar menyampaikan kepolisian juga perlu bersikap transparan terkait anggaran pemberantasan terorisme. Ia pun menilai anggaran pemberantasan terorisme perlu diperiksa.
"Oleh karena itu, pemeriksa keuangan negara yang digunakan untuk penanganan terorisme jadi penting. Dananya dari mana saja selain dari APBN. Apakah ada bantuan asing," kata Haris.
Tim evaluasi penanganan terorisme ini terdiri dari Busyro Muqoddas, Bambang Widodo Umar, KH Salahuddin Wahid, Trisno Raharjo, Ray Rangkuti, Dahnil Anzar Simanjutak, Haris Azhar, Siane Indriani, Hafid Abbas, Manager Nasution, Franz Magnis Suzeno, Magdalena Sitorus, serta Todung Mulya Lubis.